Translate

MENGENAL MANUSIA LEBIH DEKAT

Tuhan telah menciptakan berbagai macam bentuk dan jenis makluk di muka bumi ini. Makhluk-makhluk itu tersebar mulai dari alam dunia, alam jin sampai ke alam yang tidak terjamah oleh indera manusia. Semua itu merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT sebagai dzat yang Esa dan Maha Kuasa. Di alam dunia saja atau lebih akrab kita sebut sebagai alam nyata bagi prespektif indera manusia, terdapat banyak jenis makhluk hidup hasil ciptaan Allah SWT, mulai dari yang namanya manusia, hewan, tumbuhan dan lain sebaginya. Namun disini, Manusia memegang peranan penting bagi jalannya kehidupan di muka bumi ini seperti apa yang telah di nas-kan di dalam al Qur’an. Manusia dengan kelebihan akal yang dimilikinya telah diangkat oleh Allah SWT menjadi khalifah, bukan hanya bagi sesama manusia tetapi juga menjadi khalifah bagi alam. Ini berarti bahwa dalam kekhalifahannya manusia harus memperhitungkan aspek alam sebagai salah satu komposisi struktural dari kepemimpinannya. Dimana dalam mengeksplor kekayaan alam, manusia hendaknya mempertimbangkan keadaan alam itu sendiri. Bukan malah membuat kerusakan di hutan-hutan akibat dari pembabatan yang rakus, atau mengeksplor hasil SDA secara berlebih-lebihan hingga menimbulkan polusi bagi udara sekitar.

Dalam penciptaannya manusia adalah makhluk yang berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Dengan pembedaan yang seperti itulah, manusia terkadang bisa memiliki drajat yang tertinggi di sisi Tuhannya di bandingkan dengan makhluk-makhluk lain, bahkan dengan Malaikat sekalipun. Namun manusia juga bisa menjadi makhluk yang paling hina di antara makluk-makhluk lainnya, bahkan melebihi rendahnya binatang. Dari penjelasan di atas setidaknya kita bisa menemukan definisi bahwa manusia merupakan makhluk yang flexible baik dalam sudut pandang zohir ataupun batin. Ketika perbuatan-perbuatan manusia tetap pada jalan yang benar maka manusaia semacam ini lebih mulia ketimbang malaikat, karena dalam kenyataannya manusia menghadapi banyak rintangan dalam mempertahankan jalan kebaikan yang ia jalani. Manusia mempuyai hawa nafsu yang terus membayangi dan menyulitkan segala perbuatan baik yang akan di lakukkan. Beda halnya dengan malaikat yang tidak memiliki hawa nafsu, sehingga malaikat dalam ibadahnya tidak mendapatkan kesulitan sedikitpun. Di sisi lain manusia akan lebih rendah drajatnya dari bintang jika ia berbuat hal-hal yang sama dengan perbuatan binatang. Mengapa tidak sama darajatnya dengan bintang padahal perbuatan yang manusia lakukkan berbobot sama dengan binatang. Jawabannya adalah karena binatang tidak memiliki akal yang bisa digunakan untuk membedakan hal yang baik dan hal yang buruk, sedangkan manusia memilikinya.

Jika kita berfikir sederhana, sebenarnya apa yang membedakan antara hewan dan Manusia. Dalam perkuliahan psikologi pendidikan islam, Prof. Dr. H. Baharuddin menjelaskan bahwa yang membedakan manusia dengan hewan adalah cara pandang keduanya dalam hal melihat sesuatu. Manusia melihat semua yang ada di sekitarnya sebagai barang mentah sedangkan binatang melihat semua yang ada di sekitarnya sebagai barang yang jadi. Pernah tidak binatang berfikir untuk memasak daging yang ia dapatkan sebelum ia memaknnya. Atau pernahkan kita melihat binatang pergi ke kantor KUA untuk mengurus surat perkawinannya sebelum ia melakukkan hubungan sexual. Hal semacam itu terjadi karena memang binatang melihat semua yang ada sebagai barang jadi. Ia akan langsung memakan daging hasil buruannya, atau ia akan langsung melakukkan hubungan sexual jika bertemu dengan lawan jenisnya. Lain halnya dengan Manusia. Manusia melihat semua yang ada di sekitarnya sebagai barang yang masih mentah. Pernahkah kita melihat manusia (dalam konteks manusia normal pada umumnya) langsung memakan daging yang ia dapatkan. Tentu manusia akan mengolahnya terlebih dahulu, entah dengan memasaknya ataupun dengan memanggang daging itu. Manusia yang sesungguhnya tidak akan mencicipi hal-hal yang masih dalam kondisi mentah, seperti melakukkan hubungan suami isteri sebelum menikah karena menurut proses manusia secara lahiriah bahwa hal semacam ini masih mentah dan memerlukan pengolahan sebelum menikmatinya. Cara pengolahannya adalah pergi ke KUA untuk mengurus surat perkawinan dan melakukkan akad pernikahan sesuai aturan dalam islam. Barulah ia akan matang dan siap di sajikan.

Dalam hakekatnya, manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Ketika jasmani menderita maka terkadang mulut akan mengeluarkan suara sebagai output dari rasa sakit itu, maka suara itu di sebuat sebagai suara rohani. Kedua unsur itu seperti mobil dan sopirnya. Mobil di ibaratkan sebagai jasmani dan rohani di ibaratkan sebagai sopir. Mobil akan berjalan sesuai dengan apa yang di kehendaki sang sopir. Maka sebagai sopir tentu hati harus benar-benar mengetahui kemana tujuan jasmani yang ia kemudikan. Bukan hanya itu, hati juga harus mengerti jalan menuju tujuan yang hendak ia capai. Jalan tentu sangat banyak, berliku-liku, berkelok-kelok, jika tak tahu arah bisa saja ia akan jatuh ke jurang. Maka hati perlu petujuk arah, atau dalam teknologi canggih pada saat ini di sebut sebagai GPS. Hati perlu GPS yang akan memandunya ke arah yang hendak ia capai. GPS-nya bisa kita download di www. Alqur’an dan As sunnah Nabi SAW Com. Jangan permasalahkan orang yang menempuh jalan yang berbeda dengan kita selama ia tetap tertuju pada satu tujuan akhir yang di tunjukkan oleh GPS, tujuan itu adalah Ridho Allah SWT.

Semoga buah pikiran ini menjadi titik balik agar di setiap perjalanan hidup kita di dunia ini, kita senantiasa menggunakan GPS al qur’an dan as Sunnah. Agar kita sebagai manusia mengetahui tujuan akhir dari kehidupan yang harus kita capai. Inilah secuil rahasia tentang arti kehidupan Manusia di dunia ini. Wallahualam bissawab..


Artikel by Hasan Suryawan
Mahasiswa Jurusan Pend. Agama Islam UIN Maliki Malang

MARI BERMUHASABAH

Banyaknya lembaga-lembaga mentoring yang berdiri di negeri ini setidaknya melahirkan tanda tanya besar di benak kita masing-masing bahwa apa sebenrnya yang terjadi. Dari realita di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa semua gerak gerik manusia harus di pantau dan di awasi terus menerus secara kontinu agar semua perbuatan manusia tetap pada koridornya. Adanya lembaga-lembaga itu, baik dari lingkungan pemerintahan sendiri ataupun dari pihak swasta seperti ICW yang selalu memantau perkembangan keadaan sistem pemerintahan, membuat para pelaku politik di negeri ini tak bisa lagi di percaya sepak terjangnya. Jika kita melihat permaslahan ini dari sisi agama, maka sudah tentu kita akan menemukan akar permaslahanya.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, manusia kini hidup tak bisa lagi mengawasi dirinya sendiri. Padahal setiap jum’at, khatib selalu mengingatkan agar kaum muslimin senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaannya. Banyak definisi dari ketakwaan. Salah satu yang di jelaskan dalam al Qur’an adalah takwa berarti menyadari setiap apa yang telah kita kerjakan. Manusia yang bertakwa adalah manusia yang senantiasa setiap harinya bermuhasabah, dalam artian bahwa ia selalu menyediakakn waktu untuk merenungi apa yang telah ia kerjakan selama satu hari, baik itu perbuatan baik ataupun perbuatan buruk. Saat malam hari, manusia yang bertakwa akan selalu bermuhasabah, mengingat apa yang telah ia kerjakakn. Apakah perbuatan-perbuaan itu sudah sesuai dengan syari’at islam atau malah sebaliknya bertentangan dengan syari’at islam. Di saat pagi haripun, ia akan senantiasa meluangkan waktunya untuk mengevaluasi diri dan bermuhasabah tentang apakah yang harus dikerjakan agar hari ini lebih baik dibandingkan dengan hari kemarin.

Bermuhasabah juga berarti menghitung. Menghitung segala perbuatan kita sangat penting. Karena jika kita sudah melakukkan hal tersebut maka kita secara tidak langsung akan menemukan kesalahan yang telah kita kerjakan, setelah itu ditindak lanjuti dengan penyadaran dari lubuk hati yang terdalam dan selanjutnya dibarengi dengan permohonan ampunan kepada Allah SWT. Inilah yang kemudian sesuatu yang harus kita biasakan. Umar bin Khattab pernah berkata, “hitunglah segala perbuatanmu selama kamu di dunia sebelum semua perbuatanmu di hitung di hari perhitungan nanti.” Jika itu bisa kita lakukkan, beban dosa dan kesalahan kita di akhirat nanti akan berkurang karena kita sudah menghitung kesalahan-kesalahn itu sewaktu masih berada di dunia dan meleburkannya dengan permohonan ampun kepada Allah SWT.

Dalam surat al Zalzalah ayat 7 dan 8 Allah telah berfirman yang artinya “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” Menurut sebuah tafsir, dalam ayat ke tujuh ini, dijelaskan bahwa jika orang kafir melakukkan kebaikan maka ia akan langsung dibalas oleh Allah SWT, walaupun kebaikan itu hanya sebesar dzzarahh. Allah tidak mau balasan dari kebaikan itu tersisa sampai ke hari perhitungan atau yaumul hisab. Sehingga orang yang kafir akan menerima semua balasan atas kebaikan yang ia perbuat di dunia ini. Justru dalam ayat selanjunya di jelaskan bahwa jika kaum muslimin mengarjakan suatu kejelekan, maka ia seharusnya menyadarinya dan bergegas untuk memohon ampun kepada Allah, walupun keburukan itu hanya sebesar dzzarah. Hal itu di maksudkan agar ia tidak membawa dosa atas keburukan-keburukannya yang telah ia kerjakan  ke hari perhitungan.

Subhannallah, inilah solusi yang di tawarkan agama agar kita setidaknya terbebas dari pengawasan eksternal di luar diri kita. Bermuhasabah membawa segudang manfaat dan menyadarkan diri akan tujuan hidup kita ini di dunia. Jika setiap hari kita bisa bermuhasabah, kita tentu akan tahu apa saja kesalahan yang pernah kita perbuat lalu kemudian memohon ampun kepada Allah SWT. Atau mungkin juga kita akan menyadari hal-hal bermanfaat apa yang telah kita perbuat yang kemudian melakukkan hal yang lebih baik dari itu, atau minimal mempertahankannya. Wallahua’lam  Bissawab..


Artikel by: Hasan Suryawan
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Maliki Malang

TOURING BERSAMA SUPERHERO



Sore itu persiapan touring sudah hampir selesai aku kerjakan. Semua pakian, mulai dari baju, celana dan tak lupa surat-surat berharga lainnya sudah aku masukkan ke dalam ransel. Keperluan touring pun sudah ku persiapkan jauh-jauh hari untuk kami gunakan nanti malam. Ya, touring kali ini aku akan ditemani bapak seorang diri. Aku sengaja tak ikuti jadwal rombongan touring lainnya karena aku tahu bapakku tak bisa lagi berada di atas kendaraan dengan berkecepatan tinggi. Kami mungkin akan lebih menikmati pesisir laut selatan pulau bali yang terbentang dari kecamatan Antap sampai kabupaten Negara sejauh 125 kilometer. Dimana kami akan melewati sedikit hutan di daerah Lalanginggah, kemuadian melewati Djembrana, Banjar Tengah, Belimbing Sari, Melaya hingga Gilimanuk. Bagiku ini touring yang kesekian kalinya namun bagi bapakku ini adalah touring yang pertama kalinya sejak 24 tahun terakhir, karena memang dulu beliau adalah seorang pecinta touring. Kini usia dan kesibukan setidaknya telah memisahkan beliau dari hobinya tersebut. Namun dalam waktu beberapa jam lagi beliau akan merasakan kembali saripati kenikmatan touring yang dulu pernah beliau rasakan. Menaklukkan jalanan dari kota Mataram hingga kota Malang sejauh 535 kilometer setidaknya cukup untuk menyegarkan dahaga touring bapakku, amazing.

Pukul 05:30 sore dua orang temanku, Takwim dan Yedi menyempatkan diri untuk datang berpamitan ke rumahku. Kami bercengkrama seru serambi mengingat tempat-tempat indah yang telah kami taklukkan. Tanjakan paling terjal dan jalanan paling menantang di pulau Lombok ini sudah semua kami jajali bersama. Kami memiliki komunitas pecinta touring yang dulunya terbentuk di sebuah tempat karauke di daerah Mataram Mall, tempat itu bernama NAV. Komunitas ini beranggotakan inti Aku, Takwim, Yedi, Ika, Linda, Harianti Fatmala dan Honey. Setiap kali kami touring biasanya ada anggota-anggota tambahan lain yang ikut bersama kami. Inilah cara kami melewati liburan panjang di akhir masa perkuliahan dan sekarang semua itu menjadi nostalgia yang kami balut di dalam perbincangan hangat bertiga di dalam kamarku.

Selesai sahalat magrib aku mengajak mereka berdua untuk menghabiskan waktu terakhir bersamaku di sebuah tempat yang berada di persimpangan pasar di desaku. Sampai tiba kami harus bersalaman sebagai tanda perpisahan sekaligus harapan semoga liburan semester depan kami masih bisa bertemu kembali. Akupun kembali ke rumahku untuk melaksanakan shalat isya’.

Setelah shalat Isya’ dan sahalat sunnah musafir, tepatnya pukul 08;30 Aku dan bapakku harus memulai touring ini. Segera aku mencari ummi di dapur untuk bersalaman pamit, harupun tak bisa di hindari. Beliau kemudian memelukku dengan erat seolah tak mau melepaskan anak ketiga satu-satunya ini. Akupun harus melepaskan pelukan itu dengan sedikit paksaan.

Kami segera meluncur ke arah pelabuhan lembar dengan joki pertama yang di ambil alih oleh bapakku. Kecepatan yang beliau gunakanpun sangat rendah dibandingkan dengan kecepatan yang biasa aku gunakan. Sesampai di pelabuhan kami langsung mendapatkan kapal yang akan kami gunakakn untuk menyebrang ke pelabuhan Padangbai. Kami akan menghabiskan waktu sekitar 4 jam di atas lautan, karena aku tahu cuaca pada saat itu sangat tenang dan bersahabat.

Di dalam kapal aku menyarankan bapak untuk beristirahat karena perjalanan masih sangat jauh yang akan kami tempuh. Di dalam kapal aku mencari tempat untuk menyendiri. Dan pilihanku jatuh di bagian pinggir dek kapal serambi melihat riuhnya air laut dan kedap-kedip bintang yang aku lihat seperti linangan air mata ummiku saat aku berpamitan tadi. Seorang pria paruh baya berjalan menuju ke arah tempat aku berada. Ia terlihat seorang diri dalam perjalanannya. Mungkin aku akan menjadi teman bicara yang baik untuk 3 jam ke depan. Setelah berkenalan kami kemudian berbincang-bincang kecil. Aku memancingnya dengan pertanyaan-pertanyaan kecilku. Dan itu membuat ia larut menceritakan semua tentang kehidupannya, bahkan menceritakan bahwa dirinya kini seorang pemakai obat-obatan terlarang. Ia seorang lelaki yang malang, berasal dari kota Surabaya dan merantau ke Kota Mataram sebagai tukang bangunan. Ia sendiri pergi ke Surabaya hanya gara-gara ibunda tercintanya meninggal dunia. Aku terharu mendengar ceritanya dan hanya mendengar dengan sedikit anggukkan dari kepalaku sebagai bentuk empati terhadap semua masalah yang di hadapinya. Aku seketika itu mengingat ummi, doa langsung kupanjatkan dalam hati agar Tuhan memberikan umur kepada ummi sehingga kelak beliau dapat melihat kesuksesaan anak yang ia sedihkan kepergiannya malam ini.

Tak terasa 3 jam berlalu, kapal yang aku tumpangi akan segera merapat ke dermaga Padangbai. Alaram kapal berbunyi sangat keras seperti alaram di asramaku dulu saat membangunkan semua mahasiswa untuk melaksanakan shalat subuh berjama’ah. Bapakpun kembali menjadi joki untuk menaklukkan rute hingga kota Denpasar. Start pada pukul 01:30, kami menempuh perjalanan itu salama kurang lebih satu jam. Melewati pesisir selatan pulau Bali yang mana jalur ini adalah jalur bay pass. Angin pantai malam tak henti-hentinya mencoba untuk melumpuhkan badan bapak. Begitupun aku di belakang, terasa sangat dingin sekali. Aku berkali-kali menawarkan agar aku yang menjadi joki, tapi bapak selalu mengatakan bahwa ia masih kuat. Namun tetap saja aku merasa bersalah karena hanya duduk manis di belakang.

Tak terasa akhirnya kami tiba di kota Denpasar. Kali ini kami akan melewati Denpasar dari arah selatan, dari persimpangan menuju ke sanur kami mengambil arah kanan hingga ke Peguyangan. Dari sana kami akan langsung ke arah Tabanan. Setelah 3 jam di perjalanan akhirnya kami istirahat di daerah Tabanan. Suasana jalanan sangat sepi, hanya di lewati beberapa truk kontener besar dan para pecandu touring seperti kami. Di pinggiran jalan itulah kami beristirahat sambil membuka bekal yang kami bawa. Aku melihat wajah bapak terlihat agak keleahan tapi terlihat sedikit terobati dengan rasa kepuasan karena kota Denpasar telah kami lewati. Usai beristirahat, giliran aku akan menjadi joki kali ini. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 3 malam dimana suhu terasa sangat dingin. Baru saja aku memulai perjalanan, badanku sontak mengigil karena dingin yang begitu menusuk. Bapakpun mendekap kedua tangnnya ke arah dadaku dan hal itu setidaknya membuat badanku menjadi lebih hangat.

Dari Tabanan kami melucur ke arah Antosari, kemudian Antap, Lalanginggah, hingga Pekutatan. Di daerah pekutatan inilah kami kembali memutuskan untuk beristirahat di sebuah masjid sambil menunggu adzan subuh yang akan tiba beberapa menit lagi. Selesai jama’ah subuh dan sarapan pagi, kami berdua harus kembali melanjutkan tourung ini. Kali ini bapak kembali manjadi joki untukku. Terasa sedikit lebih dingin dibandingkan dengan suhu pada tengah malam tadi, namun kami tetap menembus jalanan untuk menuju ke pelabuhan Gilimanuk.

Satu persatu kecamatan di pesisir selatan pulau Bali kami lewati, mulai dari Djembrana, Banjar tengah, Banjoebiroe, Banyubiru, Tuwed, Belimbingsari, Pangineoman, dan akhirnya kami tiba di pelabuhan Gilimanuk pada pukul 8 pagi. Semalaman suntuk kami menghabiskan waktu menaklukkan pulau Bali dan ini merupakan pengalaman pertama bapakku. Aku melihat beliau sudah sangat kelelahan. Jika ada pintu kemana saja milik Doraemon, ingin rasanya menyuruh beliau kembali ke rumah dan biarlah aku sendiri yang akan menyelesaikan touring ini.

Sesuai MoU ku dengan Bapak, kali ini dari Kota Banyuangi akulah yang akan menjadi joki sampai ke kota Malang. Menempuh jarak sekitar 8 jam hingga pukul 5 sore membuat touring ini akan terasa beda karena aku akan menjalaninya dengan kecepatan rendah, hanya 60 kilometer per jam saja.
Setelah kapal yang kami tumpangi menyandar aku sudah tidak sabar ingin menaklukkan Banyuangi-Malang untuk Bapakku. Tanpa membuang banyak waktu, kami langsung memulai touring ini. Melewati Ketapang, Bangsiring, Wongserejo, Sidodadi, Bajulmati, Sumberanyar, sampai ke Banyuputih. Di tempat inilah kemudian kami memutuskan untuk beristirahat di sebuah warung kopi milik seorang nenek yang berdagang seorang diri. Tak ada yang satupun yang masuk ke dalam warung ini kecuali hanya kami berdua. Aku dan bapak segera meneguk minuman hangat yang baru saja di antarkan oleh nenek itu karena kami sangat haus. Kubuka aplikasi Latitude dalam ponselku, ternyata posisi kami masih di bagian ujung timur pulau jawa. Sedangkan jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas. Aku sedikit tak ragu jika kami akan sampai di Kota Malang sebelum matahari terbenam.

Setelah badan kami terasa sedikkit bugar, kami langsung bergegas melanjutkan perjalanan. Kali ini bukan hawa dingin yang akan kami tembus, melainkan hawa panas pesisir utara (pantura) pulau jawa. Jarum jam perlahan mendekati posisi vertikal, panaspun perlahan terasa begitu menyengat dan melelehkan setiap butiran keringat yang ada di kulit kami yang baru tadi malam beku oleh suhu dingin. Lain halnya dengan perjalanan malam tadi, dimana aku melihat bibir bapakku agak biru karena hawa dingin, naman sekarang wajahnya agak berminyak karena hawa panas yang begitu menyengat. Aku sangat kasian melihat beliau, kekuatan touring di masa mudanya kini sudah pudar. Ditengah terik matahari di siang bolong yang sangat menyengat, kami mengeksekusi kilometer demi kilometer dengan sabar. Melewati Arjasa, Kapongan hingga kota Situbondo. Bapakku seringkali bertanya tentang berapa kilometer lagi kita akan sampai ke kota Malang. Aku selalu menjawabnya dengan sabar “tinggal sebentar pak”. Inilah trik seorang pelancong bilamana salah satu anggota baru yang tak tahu jarak yang harus di lewatinya kemudian merasa resah karena tak kunjung di lewatinya. Aku tahu dulu beliau mempunya cerita touring yang sangat menakjubkan, menaklukkan jalanan hingga ke Ibu Kota Jakarta. Waluapun saat itu beliau sempat menggunakan kereta, seperti yang pernah beliau ceritakan. Namun lagi sekali kukatakan itu dulu, 30 tahun silam. Sekarang  pengalaman-pengalaman itu sudah pudar di dalam hidupnya, seperti sebuah mimpi yang hanya di ingat samar-samar saja.
Setelah Kota Situbondo kami lewati kamipun harus melewati kabupatennya yang sangat panjang. Menembus Panarukkan dengan hawa yang sangat panas, Bungatan, Melandingan, hingga Besuki. Kemudian kami memutuskan untuk transit di sebuah Mushalla yang berada di area sebuah pom bensin.
Tak butuh waktu lama, setelah kami merasa sedikit segar dan bugar kami melanjutkan perjalanan menembus kabupaten Situbondo yang sangat panjang ini. Satu jam di perjalanan kami tiba di Bhinar dan setengah jam lagi kami akan melewati Paiton, perbatasan antara kabupaten Situbondo dan Probolinggo. Di daerah paiton ini juga kami melewati pebangkit listrik tenaga uap yang begitu besar dan tinggi. Bapakku tercengang melihatnya, karena pembangkit ini adalah pembangkit yang baru di bangun beberapa tahun lalu dan dulu tidak ada, jelas beliau. Kamipun beristirahat di rindangnya pepohonan di pinggiran megahnya pembangkit listrik itu. Kulihat kembali wajah bapakku yang sekarang menjadi kusam. Aku sangat kasian melihat beliau. Aku seketika itu berdoa kepada Tuhan agar senantiasa memberikan kekuatan kepadanya. Haru melanda perasaanku di bawah rimbunan sejuk pepohonan itu. Namun aku merasa bangga mempunyai bapak seperti beliau yang mana setiap tetesan keriangatnya tersimpan ketulusan kasih sayang untuk anak-anaknya. Dan aku yakin keringat-keringat itu akan menjadi saksi ketulusannya nanti di hadapan Tuhan.
Dengan antusias kami melanjutkan perjalanan melewati Tongas, Nguling, Alas Tingo, Lekok, Rejoso, Kepel hingga pada akhirnya kami tiba di kota Pasuruan. Jarum jam sudah hampir memasuki waktu ashar namun aku memutuskan untuk tetap melanjutkan perjanan dan berjanji kepada bapak untuk membawanya ke kabupaten Malang sebelum waktu ashar habis. Dari pasuruan kami langsung menuju ke arah selatan dari Sambisirah, Wonorejo hingga pertigaan Purwosari.
Setengah jam ke arah selatan akhirnya kami tiba di Kabupaten Malang dan menyempatkan untuk shalat ashar di sebuah masjid di pinggiran kecamatan Purwodadi. Hingga kami tiba di kota Malang pukul 5 sore. Kami langsung transit di tempat penginapan di dekat kampusku. Malamnya kami beristirahat setelah sehari semalam mengeksekusi jalan sejauh 535 kilometer. Besoknya aku mengajak beliau untuk berkeliling di sekitaran kampus UIN Maliki Malang. Dan hari berikutnya beliau sudah harus check in ke Kota Mataram.
Inilah touring terindah dalam sejarah trip perjalananku menampaki setiap sudut eksotika yang di tawarkan alam. Sebuah kepuasan yang tak bisa di gambarkan karena trip kali ini ditemani seorang superhero, ia adalah Bapakku.

Story By: Hasan Suryawan
Mahasiswa jurusan Pendidikan Agama IslamUIN Maliki Malang

ILMU PENGETAHUAN SEBAGAI JALAN MENJADI MAKHLUK PALING SEMPURNA


Banyak riwayat yang menerangkan tentang kejadian manusia. Pembahasan tentang masalah itu tidak akan habis-habisnya dibahas baik dalam tafsir-tafsir yang di buat oleh para mufassir klasik dan kontemporer ataupun dalam kitab-kitab ulama terdahulu. Ada hikmah luar biasa yang mungkin bisa kita temukan dalam kisah-kisah itu yang selanjutnya bisa kita gunakan sebagai pelajaran dan pedoman untuk menjalani kehidupan kita dimasa kini.

Iblis diciptakan oleh Allah SWT dari api dan Malaikat diciptakan dari cahaya, namun lain halnya dengan manusia yang diciptakan oleh Allah SWT hanya dari tanah liat. Tentu kita tahu bahwa manusia diciptakan dari bahan yang paling rendah dibandingkan dengan bahan-bahan makhluk lainnya. Saat semua makhluk terdahulu seperti Iblis dan Malaikat diperintahkan Allah SWT untuk bersujud kepada nabi Adam, maka dengan angkuh Iblis menolak perintah itu. Iblis merasa lebih mulia karena ia diciptakan dari api. Namun lain halnya dengan Maliakat yang senantiasa menjalankan perintah Allah SWT dengan ikhlas. Di saat nabi Adam diperintahkan Allah SWT untuk tidak mendekati buah khuldi maka Iblis dengan liciknya menghasut nabi Adam untuk mendekatinya. Ajakan pertama Iblispun di tolak mentah-mentah oleh nabi Adam. Tapi iblis tidak habis akal, ia mensiasati nabi Adam untuk mengambilkan buah itu dan menyuruh nabi Adam untuk memakannnya karena hasut iblis, Allah hanya memerintahkan untuk tidak mendekati saja sedangkan untuk memakannya diperbolehkan. Dismping itu juga iblis mengatakan bahwa buah khuldi adalah buah kekekalan dimana jika nabi Adam memakannya maka ia akan kekal bersama Siti Hawa di surga. Inilah hasutan-hasutan Iblis kepada nabi Adam sehingga nabi Adam dan Siti Hawa akhirnya tergoda dan melanggar perintah Allah tersebut.

Di saat nabi Adam dan Siti Hawa memakan buah khuldi maka Allahpun murka dan melempar keduanya ke atas bumi. Dalam pengasingannya, diceritakan dalam suatu tafsir bahwa nabi Adam selalu membaca doa “robbana zolamna anfusana wa’illam tagfirlana watarhamna lanakunanna minal khosirin”. Doa itulah yang selalu diamalkan oleh nabi Adam dan pada akhirnya beliau di maafkan oleh Allah SWT sekaligus di angkat menjadi khalifah di atas muka bumi. Malaikatpun cemburu dengan pengangkatan itu dan mengajukan protes kepada Allah SWT bahwa ia bisa bertasbih selama ia diperintahkan oleh Allah dan manusia belum tentu bisa menjalankannya. Namun ketahuilah, Malaikat tidak bisa membangun ilmu pengetahuan seperti apa yang manusia bisa lakukkan. Inilah salah satu maksud dari jawaban Allah SWT “aku mengetahui, apa yang kamu tidak ketahui”.

Ada yang menarik untuk dibahas tentang pengangkatan nabi Adam sebagai khalifah di muka bumi. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Allah SWT sebelumnya telah menciptakan Malaikat, Jin, dan Iblis, namun kenapa manusialah yang diangkat?.

Kita mungkin tahu bahwa akal manusia menjadi nilai plus dalam struktur penciptaan manusia. Namun bukan akal sebenarnya yang menjadi penting dalam hal ini, melainkan manusia memiliki kelebihan untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya yang selanjutnya akan digunakan untuk menata semua urusan kehidupannya di atas muka bumi ini. Inilah yang menjadi sebab mengapa malaikat, iblis dan makhluk Allah lainnya diperintahkan untuk bersujud kepada manusia. Kita mungkin sepakat bahwa iblis tidak mau bersujud karena ia diciptakan dari api dan manusia diciptakan dari tanah, namun dalam prespektif lain dijelaskan bahwa iblis tidak mau bersujud kepada manusia juga dikarenakan Iblis mengaku lebih senior ketimbang manusia. Ia merasa fanatik terhadap golongannya sendiri dan tidak peduli bahkan meremehkan golongan lain. Disamping itu juga Iblis memang tidak mencintai ilmu pengetahuan.

Untuk itulah, agar manusia menjadi makhluk yang mulia melebihi mulianya malaikat, maka manusia harus mengembangkan ilmu pengetahuan. Memiliki akal saja kadang-kadang kita masih berbuat seperti binatang karena akal tidak bisa menjamin baiknya kehidupan manusia, yang bisa hanyalah pengetahuan.

Jika kita terfokus hanya untuk mengumpulkan harta maka sama halnya terperangkat dengan iming-iming iblis ketika ia mengatakan buah khuldi adalah buah kekekalan. Kita hanya terfokus mencari harta namun lupa denga ilmu pengetahuan.

Jangan memperdulikan orang-orang yang mengatakan kuliah belum tentu dapat pekerjaan. Karena orang yang seperti itu tidak lain hanyalah perwujudan setan yang nyata. Tugas kita hari ini adalah tolabul ilmi. Mengumpulkan ilmu sebanyak-banyaknya sebagai suatu kewajiban terhadap perintah Allah SWT agar kelak kita bisa menjadi khalifah yang baik di muka bumi ini. Urusan pekerjaan adalah urusan Allah, jangan sekali-kali menghabiskan waktu kita hanya untuk menata tiga, empat atau lima tahun ke depan. Karena banyak diantara kita yang hanya senang melakukkan hal diatas namun lupa dengan kewajibannya menuntut ilmu yang pada hakekatnya melalui tolabul ilmilah harapan, cita-cita, dan angan-angan dimasa depan akan terwujud.

Samangat untuk teman-teman dalam menempuh ajaran baru dalam dunia prostitusi intelektual kita. Ingat niat, ingat juga kelak kita akan kembali ke kampung halaman kita masing-masing dan siap untuk memberikan penerangan bagi kelamnya ilmu pengetahuan di tengah-tengah masyarakat kita, yang mana hal ini juga akan membanggakan keluarga lebih-lebih orang tua kita. Atau jika tidak, kita hanya menjadi cibiran di tengah-tengah masyarakat. Inilah dua kenyataan yang sangat kontras yang harus dipilih oleh para perantau ilmu.

Artikel By: Hasan Suryawan
Mahasiswa Jurusan Pend. Agama Islam UIN Maliki Malang

BACA JUGA

Islam: Way Of Life

Oleh: Muh. Hasan Suryawan Saat kita mendengar kata islam, maka yang terpikirkan dalam benak kita adalah salah satu agama yang menjadi ke...