Oleh: M. Hasa Suryawan
Peradaban manusia telah berlangsung
ribuan tahun lamanya, yaitu sejak nabi Adam a.s diturunkan di muka bumi ini.
Penjelasan ini merujuk pada informasi yang disampaikan di dalam al Qur’an (Q.S.
(2):30-39, (7):10-25, (20):116-123) tentang kejadian manusia atau turunnya nabi
Adam ke Bumi. Manusia kemudian membuat sejarah panjang tentang peradabannya
melalui potensi akal yang diberikan kepadanya. Mulai dari kehidupan primitif-nomaden
hingga kepada kehidupan modern seperti saat ini. Peradaban itu tidaklah terjadi
melainkan karna semakin faham dan tersadarnya manusia dengan potensi-potensi
yang ada pada dirinya. Misalnya, dulu sebelum zaman modern tiba, di Benua Eropa
terjadi masa kegelapan (the dark age)
dimana akal atau pikiran manusia tidak boleh melakukan pemikiran diluar apa
yang telah digariskan pada Al Kitab (injil). Pada masa ini manusia tak ubahnya
seperti binatang, karena akal tidak digunakan sebagaimana mestinya, padahal
akal merupakan salah satu potensi terpenting setelah potensi Indra yang
dimiliki manusia.
Kehidupan memang terus berubah dan
memberikan corak tersendiri dalam kehidupan. Saat ini kehidupan manusia telah
mencapai kehidupan modernnya. Tentu berbagai corak ideologi, pemikiran dan sistem
politik mewarnainya. Hal itu terjadi karna perkembangan akal manusia yang
sangat cepat dan mengagumkan. Setelah renaisanas,
akal mendeklarasikan kemardekaannya dari penjajahan Gereja sehingga
lahirlah aliran-aliran humanisme, rasionalisme, empirisme, skulerisme, dan
lain-lain. Misalnya dalam aliran skulerisme, persoalan agama atau religiusitas
seseorang menjadi kepentingan pribadi individu. Agama tidak boleh ikut campur
dalam urusan keduniawian (keilmuan, misi ilmiah, dll.). Urusan agama itu
bersifat pribadi, dan tidak ada hubunganya dengan keduniaan, itu menurut
skulersime. Ternyata dengan timbulnya faham-faham semacam ini kemajuan
peradaban manusia menjadi sangat pesat. Pada aliran lainnya, misalnya humanisme
mengatakan bahwa manusia memiliki potensi untuk menyelesaikan masalahnya
sendiri, yaitu dengan akalnya. Ini sekali lagi menegaskan kepada kita bahwa akal
telah menjadi hal yang utama dan terpenting bagi kehidupan manusia di abad
modern ini. Walaupun toh tidak menutup kemungkinan masih ada saja orang yang
menikmati mitos di zaman yang serba maju dan modern ini.
Jika di-flashback sejenak, anggaplah kita kembali ke Zaman Nabi Muhammad
SAW, maka peranan akal memang masih sangat kecil. Sehingga disamping adanya
doktrin agama yang bersifat irrasional (bukan mitos) islam juga gencar
mengkampanyekan kepada umatnya untuk berfikir (ulil abshor, ulil albab, ulil
nuha). Akal pada zaman ini masih sangat kecil peranannya. Misalnya pada
saat Rasulullah SAW membelah bulan menjadi dua bagian, ternyata ada saja kaum
Quraiys yang tetap tidak percaya terhadap mukjizat kenabian Muhammad SAW.
Mereka mengatakan itu terjadi akibat sihir dan sebagainya. Sehingga sedekat
apapun Allah SWT melalui kejadian seperti itu tetap tidak terlalu mengubah
pemikiran manusia. Bisahkah kita bayangkan jika ada yang mampu membelah bulan
pada hari ini, atau diperlihatkan bulan terbalah menjadi dua, maka semua
manusia pasti akan beriman kepada Allah SWT. Karna akal manusia pada zaman
sekarang sudah sangat baik dan sempurna penggunaannya. Sehingga ada kesan Allah
SWT tidak lagi mengeluarkan kejadian-kejadian alam yang luar biasa atau
keajaiban pada zaman sekarang. Inilah cobaan bagi manusia sebagai hamba.
Penjelasan diatas jika dikaitkan dengan
fenomena yang baru-baru ini terjadi yaitu gerhana matahari, akan sangat menarik
untuk dibahas. Di beberapa media sosial banyak yang meliput seputar gerhana
matahari ini, mulai dari jadwal, tempat, waktu bahkan tak sedikit informasi
tentang mitologi gerhana matahari.
Jika difahami secara ilmiah, maka
gerhana matahari ialah kejadian biasa, sesuai dengan hukum alam. Kebetulan
saja, antara matahari-bulan dan bumi berada pada satu garis lurus sehingga
terjadilah gerhana, ini menurut ilmu pengetahuan. Orang dulu, tidak bisa
mendefinisikan apa itu gerhana matahari, mengapa bisa terjadi dan bagimana
prosesnya. Sehingga dibuatlah mitos agar pertanyaan-pertanyaan itu dapat
dijawab dalam rangka memenuhi rasa ingin tahu manusia. Namun sekarang
penjelasan tentang gerhana sudah sangat gamblang dan jelas bahkan sudah
diajarakan di usai sekolah dasar. Namun masih saja toh cerita-cerita mitosnya beredar dan banyak pula konsumennya. Ini
seperti kehidupan manusia akan kembali kepada zaman pra-sejarah dulu. Banyak
manusia hidup di zaman modern namun pemikirannya bertipe manusia yang hidup
masa primitif. Saya tidak mengajak
pembaca untuk mendewakan akal atau menjadi humanisme-atheis sejati dan
lain-lain. Dan harus dibedakan mitos dan irrasional. Agama itu bukan mitos tapi
irrasional, yang berarti bahwa ada sesuatu yang tidak bisa dicapai akal. Tapi
sesuatu itu benar-benar ada. Sedangkan mitos ialah cerita yang menafsirkan
kejadian alam semesta tanpa dilandasai kegiatan ilmiah, yang menurut Joseph
Campbell memiliki fungsi mistisk, kosmologis, sosiologis dan pendagogis. Ada
rekayasa sosial di dalam sebuah mitos, agar satu perilaku tetap dijalankan.
Sehingga, agama bukan memberikan kepercayaan layaknya mitos (hanya sebuah
cerita zaman dulu), namun kepercayaan agama berasal dari wahyu yang itu
bersifat irrasional bahkan suprarasional.
Sehingga idealnya, manusia zaman
sekarang terlebih lagi orang islam harus menyeimbangkan akal rasional dan
irrasional tanpa memberikan celah sedikit pun terhadap mitologi. Melihat
fenomena alam seperti gerhana matahari, gerhana bulan dan sebagainya sejatinya
dirasionalkan dengan akal pikiran yang jernih bahwa itu merupakan kejadian
lumrah (biasa) alam. Sikap religiusitas dan spiritualitas kemudian mengafirmasi
asumsi itu dengan kekaguman terhadap kekuasaan Tuhan yang maha Esa. Ini akan
melahirkan dzikir yang baik untuk kemudian dapat menumbuhkan pemahaman terhadap
kekuasaan Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar