Oleh: Muh. Hasan Suryawan
Sumber Foto: kaskus.com |
Saya teringat ketika masih sekolah
dulu, kami semua begitu taat dengan orang yang lebih tua termasuk guru kami di
sekolah. Jika diberikan hukuman fisik, entah dijewer, dipukul penggaris bahkan
di tempeleng, protes kami mungkin hanya sebatas dihati, dan tidak pernah
sedikitpun berfikir untuk membalasnya. Senakal-nakal seorang anak, balas dendam
mereka paling parah adalah menggembosi ban sepeda motor sang guru.
Namun kenapa kejadian saat ini begitu berbeda. Berita guru dilaporkan ke polisi oleh orang tua siswa mungkin sudah mainstrem. Dulu, ketika seorang anak melaporkan gurunya ke orang tua maka yang terjadi adalah orang tua justru menghukum si anak kembali. Kelakuan anak-anak atau siswa sudah sangat difahamii oleh mereka para guru dan orang tua. Anak-anak dengan sifat dasar mereka yang malas dan anti belajar, nakal, sering membuat sensasi, dan sebagainya justru hal yang harus didik oleh guru agar menjadi lebih baik. Mungkin termasuk caranya ialah dengan sedikit sentuhan fisik.
Namun kenapa kejadian saat ini begitu berbeda. Berita guru dilaporkan ke polisi oleh orang tua siswa mungkin sudah mainstrem. Dulu, ketika seorang anak melaporkan gurunya ke orang tua maka yang terjadi adalah orang tua justru menghukum si anak kembali. Kelakuan anak-anak atau siswa sudah sangat difahamii oleh mereka para guru dan orang tua. Anak-anak dengan sifat dasar mereka yang malas dan anti belajar, nakal, sering membuat sensasi, dan sebagainya justru hal yang harus didik oleh guru agar menjadi lebih baik. Mungkin termasuk caranya ialah dengan sedikit sentuhan fisik.
Ada yang protes, “wahh itu
metode pendidikan zaman dulu, udah kolot dan harus ditinggalkan. Silahkan tiru
pendidikan di negara-negara maju yang sangat humanis, dan memanusiakan siswa
sutuhnya”. Saya ingin mengatakan bahwa pendidikan itu dijalani harus sesuai
dengan kondisi geografis dan keadaan suatu wilayah. Apakah sama cara mendidik
orang tua di negara maju dengan di Indonesia?. Apakah sama kesadaran akan
belajar di negara maju dengan di Indonesia?. Apakah sama kamajuan peradaban di
negara maju dengan di Indonesia?. Jawabnnya tidak sama. Tentu dibutuhkan
pendekatan dan metode yang berbeda.
Hasil akhir dari tujuan sebuah
pendidikan ialah karakter dan mental yang baik. Apapaun jurusannya, dimanapun
sekolahnya dan apapun pelajarannya. Merupakan sebuah kemunduran jika saat ini
siswa zaman sekarang sampai berani balas dendam terhadap gurunya. Mungkin tidak
semua, ya.. memang.
Tapi aku teringat tentang salah satu
pernyataan seorang yang berkata kepadaku, “anak sekarang sama siapapun berani,
beda dengan dulu”. Ada benarnya ketika mendengar berita-berita saat ini. Dulu,
(maafkan jika saya terus bernostalgia) senioritas sangat dijunjung tinggi.
Jangan berani dengan orang yang lebih besar daripada kita, harus menghormati
guru, orang tua, dan orang yang lebih tua.
Mental anak zaman now saat ini tentu
merupakan sebuah gambaran bagaimana perubahan mental yang terjadi dalam waktu
yang tak begitu lama, hanya membutuhkan kurang dari 10 tahun. Jika saat ini
siswa telah berani melawan gurunya, lalu 10 tahun lagi akan ada berita siswa
membunuh orang tuanya. Lalu bagaimana besarnya nanti?.
Lalu siapa yang bertanggung jawab?.
Orang tua tidak bisa menyalahkan sistem pendidikan, sekolah, ataupun guru.
Menyalahkan guru sama saja menyalahkan diri mereka sendiri, ingat orang tua
adalah guru di rumah, dan ibu adalah madrasah pertama bagi manusia. Jika suatu
saat nanti anak berani melawan orang tua bahkan tidak mempedulikan orang tua
maka itulah akibat dari terlalu memanjakan kemauan anak, atau terlalu membela
anak bahkan sampai melaporkan gurunya ke polisi.
Oleh karena itu, tugas kita semua
(bukan hanya sekolah) adalah mulai menerapkan cara-cara mendidik dengan benar
demi kebaikan si anak. Kita dapat mengibaratkannya seperti sebuah makanan. Sebagian besar obat pahit, tapi baik bagi kesehatan.
Sedangkan jika kita selalu makan makanan yang enak-enak maka akan menimbulkan
banyak penyakit, gula yang manis akan menyebabkan berbagai macam penyakit jika
kita konsumsi dengan berlebihan.
Begitupun cara mendidik anak, jika
yang dilakukan hanyalah memanjakan mereka, ibarat seorang yang selalu makan
makanan yang enak yang biasanya makanan enak mengandung kolestrol yang tinggi,
kaya penyedap rasa dan mengandung gula
tinggi, dan jarang berolahraga maka resiko datangnya penyakit lebih besar. Hal
itu sama ketika seorang anak selalu dimanja, selalu dibenarkan, selalu dibela
dan menuruti semua kemauannya (untuk hal-hal yang tidak mendidik) maka mental
yang terbangun adalah mental pengecut yang hanya berani koar-koar melalui media
sosial, selalu ingin dibela orang tuanya dan komunitasnya, namun tanpa disadari
ia kehilangan jati dirinya.
Saya bukannya menganjurkan pengajaran
ala semi military atau semacamnya,
namun hal itu saat ini dengan kondisi peradaban dan kemajuan manusia di di
Indonesia, masih sangat dibutuhkan. Anak-anak sekarang nakalnya tak terbendung,
manjanya tingkat dewa dan belum memiliki kesadaran belajar, serta memiliki
orang tua yang memiliki kesadaran pendidikan yang tinggi. Harusnya kita tak
terjebak dengan kebiasaan dan teori bahkan model belajar di negara-negara maju
yang memang memiliki orang tua dengan kesadaran pendidikan yang tinggi,
lingkungan sekolah dan masyarakat yang baik.
Pendidikan merupakan tugas semua
orang, semua orang adalah guru dan alam sebagai medianya. Peradaban mayarakat
yang baik akan menghasilkan komunitas yang baik pula, dan begitupun sebaliknya.
Sekolah hanya pendidikan yang dilembagakan dan menjadi pilot project pendidikan yang sebenar-benarnya yang dilakukan orang
tua di rumah dan masyarakat di lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar