Pada liburan kali ini kami yang tergabung dalam kelas PAI G angkatan 2011 berencana untuk berlibur ke daerah kota wisata Batu. Di kota Batu kami berencana untuk berkunjung di salah satu tempat favorit dan tersohor di jawa timur yaitu Batu Night Spektakuler atau lebih akrab di sebut BNS. BNS memang tempat yang kami pilih setelah terjadi perdebatan yang alot dengan pilihan yang ke dua yaitu Jatim Park. Ada bebrapa kelebihan dan sisi positif dari pilihan untuk berlibur ke BNS, dan aku sangat setuju dengan pilihan itu.
Malang,
18 februari 2011, kami anggota PAI G
berkumpul di pelataran gedung B UIN Maliki
Malang. Namun tak semua anggota PAI G yang ikut serta dalam
liburan kali ini, karena ada beberapa teman-teman yang tak bisa ikut
bersama kami. Harits misalnya, yang tak bisa ikut karena terbentur
dengan acara keluarga di rumahnya. Beberapa jam sebelum
keberangkatan, tak sengaja Aku bertemu Harits di kantin Ma'had. Kami
berbincang banyak, sampai pada satu point penting dalam perbincangan
kami itu. Dia berkata “Sahabat, kamu adalah sahabatku, malam
nanti aku tak bisa ikut bersama kalian ke BNS, tolong titip Sari,
jaga dia, Aku percya kamu sahabat..!!”. Demikianlah petuah dari
Harits. Aku serius dan berniat untuk membantu Harits. Ada juga
teman-teman lain yang tak bisa ikut ke BNS, sebut saja Asrori, dan
masih banyak segelintir orang yang tak bisa Aku sebutkan.
Pukul
02:30 siang, kami tak kunjung berangkat karena ada beberapa teman
yang masih bersiap-siap di Ma'had. Aku semakin faham bahwa budaya
itu tak bisa dan tak akan pernah hilang, termasuk budaya orang-orang
Indonesia yang harus molor satu hingga dua jam dari jadwal yang telah
ditentukan. Hingga adzan Asharpun berkumandang. Kami semua bergegas
ke Masjid Ulul Albab untuk melaksanakan shalat ashar berjamaah dan
menunda keberangkatan yang terjadwal pukul 02:00 siang.
Selesai
shalat, formasipun telah lengkap. Kami menuju depan kampus untuk
mencari angkot. Tak butuh waktu lama kamipun mendapatkan angkot dan
membawa kami ke Landungsari. Sesampai di Landungsari kami harus oper
angkot menuju ke Batu. Aku di desak Hadi dan Lintang agar kali ini
aku naik angkot bersama kloter perempuan. Aku tersenyum dengan
kemauan mereka, kemudian sedikit berakting tak setuju dengan
keputusan ini. Padahal dalam hati aku menginginkannya, tapi tanpa di
komando teman-teman melaksanakan kemauan hatiku. Di dalam angkot, aku
tak sedikitpun berbicara, kecuali menyapa Qurrota yang keren dengan
kacamata yang kupinjami. Aku memeluk gitar yang kubawa, tak ada kata
lain di fikiran kecuali gugup karena wanita yang ada di depan-sebelah
kiriku. Sampai rasa gugupku pecah ketika dia meminta sebuah lagu
untuk kunyanyikan. Dengan semangat Aku balikkan gitarku, dan memulai
lagu pertamaku, PETERPAN-Yang Terdalam.
Dua
puluh menit telah berlalu, akhirnya kami sampai di kota Batu. Kami
turun di samping sebuah sekolah, enatah nomor berapa, aku tak melihat
pasti tugu di depan sekolah itu, tapi yang jelas kata yang di
bawahnya adalah “BATU”. Tujuan kami memang tak langsung
pergi ke BNS namun ke rumah saudara kandungnya wiwin terlebih dahulu,
yang kebetulan temapatnya tak jauh dari sekolah itu. Karena di tempat
itulah teman-teman perempuan akan menginap setelah pulang dari BNS
nantinya.
Singkat
cerita, setelah Shalat Magrib kami meluncur ke BNS. Jarak BNS dari
rumah saudaranya wiwin itu taklah jauh, hanya membutuhkan waktu lebih
kurang 15 menit. Sesuai namanya, BNS adalah tempat yang sangat
spektakuler. Lampu-lampu berkedap kedip di sana sini. Sepanjang jalan
di BNS berderet sekian wahana yang siap
merogoh kocek jika ingin mencobanya.
Di
dalam BNS, kami berpencar. Kami sepakat
akan berkumpul kembali setelah pukul 10 malam. Akupun harus bergabung
dengan kelompok yang di dalamnya ada Sari, karena aku masih ingat
betul petuah sahabatku, Harits. Kelompokku hanya beranggotakan Aku,
Sari, Ulfa dan Nila. Kami memutuskan berjalan-jalan menelusuri jalan
di dalam BNS berempat.
Salah satu wahana Favorit di BNS (Kursi Terbang) |
Aku ingin berteriak keras tentang satu nama yang selama ini mengganjal hatiku, aku ingin se-Malang Raya tahu tentang perasaanku ini, tapi sayang dia baru saja turun dari wahan ini.
Pose Bersama Ali |
Di
penghujung waktu kami berkumpul di sebuah tempat untuk menikamti
beberapa makanan dan cemilan sebagai pengganjal perut sambil
menikmati musik blues yang dimakainkan oleh sebuah band di
panggung sana.
Kamipun
pulang saat malam mulai
larut. Setiba di rumah saudaranya wiwin, Aku bersama teman-teman yang
laki-laki langsung bergegas ke sebuah Mushalla. Karena malam itu kami
akan tidur disana, jauh dari kehangatan yang dirasakan teman-teman
perempuan yang tidur di rumah saudaranya wiwin tadi.
Pukul
03:00, teman-teman yang lain sudah bangun. Mataku tak biasa melek
saat jarum jam masih dalam posisi horizontal seperti
itu. Tapi kami harus bangun, karena
sebelum adzan subuh dikumandangkan Mushalla
harus bersih dari barang-barang kami.
Rasa
kegalauanku mulai terasa saat kami harus pulang setelah sebelumnya
kami sarapan bersama dan join susu murni yang Aku beli bersama
Lintang di alun-alun kota Batu.
Namun
kegalauanku hilang, terpincang-pincang entah kemana saat Aku melihat
pujaan hatiku memakai warna baju yang sama
dengan warna bajuku -Hijau-. Aku sadar ini
adalah sesuatu yang kebetulan, mungkin karena terburu-buru, hingga ia
dengan cepat mengambil suiter yang warnanya sama dengan warna bajuku.
Tapi sadarlah kawan, ini salah satu cara Tuhan mengiburku dari
kegalauan -dari keterburu-buruan dia-. Aku dan dia seperti pasangan
baru yang menyaingi pasangan-pasangan lainnya. Percaya atau tidak,
hanya kami berdua yang warna bajunya sama. Dan itu kontras sekali.
Hatiku berbunga-bunga, bukan karena GR, tapi gara-gara momen
itu diam-diam di abadikan Andika dan Ali.
Mereka berdua memotret kami dari belakang saat kami berjalan
bersamaan menuju ke rumah orang Wiwin untuk
berpamitan. Jika diibaratkan hatiku seperti ledakan gunung karakatau
yang menyebabkan seperempat dunia menjadi gelap gulita -Sangat
Dahsyat-.
Seusai
bersalaman dengan orang tua Wiwin kamipun
bergegas ke jalan raya, menunggu angkot menuju Malang. Kegalauanku
kembali memanas, karena Aku harus pulang dari tempat ini, dari
rumahnya. Saat Aku perlahan masuk ke dalam angkot, mataku tak
henti-hentinya memandangi sosok pujaan hatiku yang berdiri di pinggir
jalan, menantikan keberangkatan kami. Angkotpun akhirnya bergerak
perlahan. Dengan
keberanian yang besar kuangkat tanganku, kemudian
melambai-lambai ke arahnya. Dan inilah
momen terbaik dalam cerita ini ketika dia membalas lambaian tangaku.
Foto Perpisahan |
Liburan
kali ini tak kan pernah kulupakan seumur hidupku. Walaupun tak
seperti Hadi yang akhirnya bisa jalan bersama Desi, atau dengan Mas
Fatkul dengan Ainur, mungkin juga dengan pasangan Irfan dan Lailia,
yang semuanya mengukir kisah yang sangat membahagiakan.
sekiannnn.......
Writer by: Hasan
For All my friends (PAI G dan dua teman kami di ICP)
sekiannnn.......
Writer by: Hasan
For All my friends (PAI G dan dua teman kami di ICP)
beautiful moment,,,^_^
BalasHapushehe...
BalasHapusYA,,, itu ada yang fiksi juga,ms upaya seru gttt soff