Jika kita mau mencari, ada banyak pemahaman dan
definisi tentang diri manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang unik.
Tentu hal inilah yang membuat pembahasan mengenai diri manusia itu sendiri tak
akan pernah habis-habisnya untuk kupas. Manusia disusun oleh berbagai macam
komponen, mulai dari potensi atau bakat, kekurangan, kelebihan, kekuatan dan
lain sebagainya.
Kekuatan adalah salah satu komponen yang
menyusun diri manusia. Semua manusia memiliki kekuatan lebih dari apa yang
mereka tahu. Oleh karena itu, banyak manusia yang tak menyadari bahwa mereka
tarnyata lebih kuat dari apa yang mereka fikirkan sebelumnya. Tentu fase
penyadaran ini terjadi setelah manusia melewati cobaan atau ujiannya. Kekuatan
merupakan suatu dampak atau gejala dari hasil kerja antara hati dan akal.
Semakin besar damapk yang dihasilkan oleh keduanya, maka akan semakin besar
pula kekuatan yang muncul.
Tak ada yang paling tahu tentang sesuatu
kecuali yang menciptakannya. Manusia adalah salah satu ciptaan Allah SWT. Tentu
Allah-lah yang pailng faham dengan karakteristik, hakekat dan kebutuhan manusia
itu sendiri. Untuk itu Allah menurunkan potensi agama kepada manusia denga
tujuan agar dapat mengendalikan dan mengatur tata cara kehidupan yang beradap
di tengah-tengah pergaulan manusia. Melalui Al-Qur’an dan As sunnah, manusia
telah diberikan lima point penting untuk menjalani kehidupan. Pertama,
manusia diperintahkan untuk bertauhid, baik dalam ruang lingkup uluhiyah ataupun
rububiyah. Kedua, manusia diperintahkan untuk beribadah. Ketiga,
manusia tawarkan janji dan ancaman. Keempat, manusia ditununjukkan ke
jalan kebahagiaan. Dan yang terakhir, kelima, manusia diberiakan
cerita-cerita terdahulu agar bisa mengambil pelajaran di dalamnya. Inilah lima
intisari yang dibahas dalam Al Qur’an, termasuk juga As sunnah. Dari beberapa
potensi agama ini, kemudian lahir beberapa ilmu. Termasuk salah satunya adalah
ilmu Fiqih.
Fiqih dalam epistemologi berarti faham.
Sedangkan menurut terminologi, fiqih adalah pengetahuan yang mempelajari
tentang hukum syara’ dan berkaitan dengan perbuatan manusia. Menurut Kitab
Sabilal Muhtadin Jilid I, bahwa syara’ itu terdiri dari empat macam, yaitu
Ibadah, Muamalah (perdata), Munakahat (perkawinan), dan Jinayat (pidana).
Pembagian ini disesuaikan dengan kekuatan yang ada di dalam diri setiap
manusia. Adapun kekuatan-kekuatan itu; Pertama, Quwatun Natiqah, yaitu
kekuatan tanggap dan akal. Kedua, Quwatun Syahwiyah Bathiniyah, yaitu
kekuatan perut untuk makan dan minum. Ketiga, Quwatun Syahwiyah Fajriyah,
yaitu kekuatan keinginan untuk bersegma. Dan keempat, Quwotun Gadhabiyah,
yaitu kekuatan marah. Keempat kekuatan ini sesuai dengan komponen syara’ tadi.
Dimana Ibadah diprintahkan untuk mengendalikan Quwatun Natiqah, Muamalah
untuk mengndalikan Quwatun Syahwiyah Bathiniyah, Munakahat untuk
mengendalikan Quwatun Syahwiyah Fajriyah, dan Jinayat untuk
mengendalikan Quwotun Gadhabiyah. Maka sudah patut sekiranya kita
menyadari pemahaman akan Allah SWT. dalam menurunkan potensi agama yang mana
selalu sesuai dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh manusia. Jika kita
benar-benar menjalani perintah dalam syara’, maka sudah jelas, kebaikan diri
sendiri akan kita dapatkan.
Itulah rahasia ilmu Fiqih yang jarang diketahui
oleh kita kebanykan. Fiqih selam ini dipandang hanyalah sebuah pengetahuan yang
monoton. Hanya dianggap sebagai pengetahuan untuk beribahah, menetapkan hukum
dan penyelesaian suatu perkara. Namun dibalik itu semua, ilmu fiqih secara
tidak langsung mengatur tatanan kehidupan yang fundamental, beradab dan damai.
Melalui ilmu fiqih, manusia dituntut untuk bisa mengendalikan keempat kekutan
yang ada di dalam dirinya melalui Ibadah, Muamalah, Munakahat, dan Jinayat.
Jika keemapt elemen ini sudah berhasil dikuasai maka manusia akan menuju ke
dalam kehidupan yang beradab, sesuai cita-cita agama dan harapan manusia.
By: Hasan Suryawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar