Oleh
Muh. Hasan Suryawan
Salah
satu masalah yang serius saat ini dan biasanya masalah ini atau lebih tepatnya
disebut sebagai penyakit ini seringkali menjangkiti anak-anak muda ialah
penyalahgunaan gadget. Sejak kemunculannya di Indonesia beberapa tahun yang
lalu, jenis gadget awal masih berupa handphone atau telepon genggam.
Kontras hal itu membuat telepon kabel atau telpon rumah yang menjadi dominasi
sejak puluhan tahun lamanya lambat laun tergeser dan digantikan oleh primadona
baru yang bernama handphone. Fungsi handphone saat itu ialah
hanya bisa sebatas mengirim pesan text dan melakukan panggilan telepon.
Perkembangan teknologi kemudian kian menjadi, sejak sebelumnya internet sudah
menjadi akses masyarakat dan itu dapat membawa kemudahan dalam segala hal.
Internet pun masuk ke dalam aplikasi handphone dan merubah wajah jenis gadget
baru ini. Dulunya internet hanya bisa diakses di tempat-tempat tertentu seperti
warung internet (warnet) saat itu internet sudah bisa diakses melalui handphone.
Sontak hal itu membuat primadona jenis gadget baru.
Kemudian
muncul gadget jenis Android dengan kecanggihan tinggi. Satu gadget yang dapat
berfungsu seperti sebuah komputer kecil, dan dilengkapi dengan beberapa
aplikasi seperti aplikasi sosial media atau disingkat sosmed, banyak tipe dan
jenis game dan aplikasi-aplikasi lainnya. Pada initinya, gadget menjadi satu
kebutuhan baru di era millennium ini, dimana satu orang dengan yang lainnya
dapat berhubungan dengan mudah dan menjalin kemunikasi.
Tentu
ada banyak hal yang bisa kita deskripsikan mengenai fenomena-fenomena diatas,
diantaranya jika kita menggunakan paradigma atau azas kebermanfaatan. Kita
sebagai pengguna gadget sulit mengklasifikasikan atau mengatur fungsi gadget
dengan tepat. Suatu gadget dapat sangat memudahkan para pebisnis untuk
melancarkan jalan usaha mereka sehingga dulunya transaksi usaha mereka sangat
sudah dan sulit, kini menjadi lebih mudah dan efisien. Dulu jika orang-orang
ingin mendengarkan ceramah harus pergi ke tempat-tempat ibadah atau masjid
dulu, namun sekarang kita bisa mendengarkan ceramah dimanapun kita berada. Dulu
kita harus membawa buku jika hendak ingin belajar, kini dengan satu benda (gadget)
sudah dapat menampung puluhan jenis buku (digital) di dalamnya dan memudahkan
pembacanya jika hendak ingin membaca dimanapun ia berada.
Namun
ada beberapa dampak negatif juga dari penggunaan gadget yang tak memiliki
aturan. Saya katakan tak memiliki aturan karena kebanyakan pengguna gadget saat
ini kurang memahami fungsi gadget sebagaimana mestinya. Seperti terbawa arus
hegemoni yang dilakukan oleh kaum-kaum borjuis Atau bahasa familiarnya ialah
kaum-kaum kapitalis. Banyak orang yang tidak sadar jika hari ini mereka bangga
memiliki gadget dengan jenis terbaru, maka tunggu beberapa bulan lagi maka aka
nada jenis gadget yangn lebih canggih lagi dengan apa yang dimiliki saat ini.
Sehingga besar niat untuk menjual yang lama dan mengganti gadget dengan jenis
terbaru. Ini terus berlangsung setiap waktu dan bahkan mirisnya korban dari
hegemoni ini kebanyakan dari kaum-kaum muda “intelektual” Indonesia
(mahasiswa). Padahal membeli barang harus jelas fungsi, maksud, keguanaan dan
kebutuhannya. Jika gadget dibeli dengan alasan agar mudah mengakses internet
maka jangan lirik lagi jenis gadget lain yang mungkin menawarkan “cara”
mengakses internet dengan berbeda. Ini seperti analogi minum air. Jika dulu
kita minum air dengan cawan, maka saat ini kita meminum air dengan gelas dan
seterusnya. Namun tetaplah pada hakekatnya kita minum air, apapun yang kita
gunakan. Namun terkadang kita terkelabui, seolah-olah kebutuhan kita itu bukan
pada airnya, melainkan pada tempatnya. Contoh lainnya yang lebih menggelikan
lagi ialah promosi-promosi yang terjadi pada moment-moment tertentu seperti hari
lebaran, tahun baru dan lainnya. Misalnya promosi sebuah gadget mengatakan
bahwa “Edisi lebaran, diskon hingga 70 %” dan kalimat-kalimat serupa. Jika kita
perhatikan dengan skesama, kita dituntut untuk membeli suatu gadget dengan
alasan discount karena tiba hari lebaran, bukan pembelian barang atas dasar
kebutuhan.
Dampak
buruk bagi gadget lainnya ialah menjadikan kepekaan kaum muda terhadap realitas
disekitarnya menjadi kurang bahkan merosot. Bahkan kita banyak menjumpai
fenomena-fenomena ini ditempat-tempat umum, misalnya disuatu ruang tunggu, kita
lebih senang menunduk dan mencari kesibukan dengan gadget kita daripada kita
diam dan memandang orang-orang yang ada disana. Padahal dengan sedikit
memandang suasana, kondisi dan hiruk-pikuk orang-orang di suatu tempat tersebut
dapat menimbulkan ribuan bahkan puluhan inspirasi dan ide. Ini seperti pepatah,
“senang mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat..”. dan ini akan
menuju pada satu premis yang tidak baik, seperti “membaca realitas yang ada
disekitarnya saja tidak mau dan malas apalagi untuk membaca buku”.
Salah
satu yang membuat orang betah dengan gadget-nya masing-masing ialah karena kaum
muda lebih suka mengunduh aplikasi-aplikasi yang menawarkan kesenangan daripada
aplikasi-aplikasi yang mempunyai manfaat bagi perkembangan mental mereka.
Seperti godaan dari bentuk-bentuk popular beberapa jenis aplikasi saat ini.
Misalnya dulu orang berbondong-bondong melakukan selfie dengan foto, kemudian
saat ini berkembang lagi dengan konsep terbaru yaitu selfie menggunakan video.
Ini tidak ada habisanya dan sampai kapan kita akan menyembah produk dan
melakukan kebiasaan-kebiasaan nggak jelas di dalamnya, sampai mati?.
Adapun
upaya-upaya yang bisa kita lakukan untuk beberapa dari sekian banyak fenomena
negatif dari gadget seperti diatas ialah sebagai berikut;
Menguatkan
kembali sikap dan perilaku paragmatis. Seperti uangkapan William James
(1842-1910 M.) bahwa sesuatu yang benar ialah manakala ia memiliki kegunaan.
Jika tidak memiliki kegunaan maka hal tersebut salah. Dan kegunaan ialah
diartikan sebagai suatu yang memiliki nilai manfaat. Kembali ke pembahasan
mengenai gadget diatas bahwa perilaku kita dalam menghadapi serangan hegemoni
pasar ialah mengambil manfaat yang jauh lebih besar dari apa yang sudah kita keluarkan.
Misalnya si A membeli satu barang dengan nilai 70, maka ia harus mampu
menghasilkan in come atau keuntungan atau nilai sebesar 100 bahkan lebih
dari manfaat barang tersebut. Oleh karena itu menggunakan gadget hendaklah
dilakukan dengan tepat. Sebagai media bisnis saya kira sangat menjanikan dan
memudahkan sekali, sebagai bahan belajar sangat efesien sekali dan sebagainya.
Karena akan sangat rugi manakala, misalnya gadget yang kita beli berjuta-juta
harganya hanya digunakan untuk sekedar membuka percakapan-percapakan di
medos-medsos tertentu, atau hanya digunakan untuk menjalankan game selama
beberapa jam perharinya.
Oleh
karena itu, kita harus benar-benar kritis dan selektif dalam menghadapi
gempuran hegemoni pasar global yang sangat di dominasi oleh kapitalisme. Ada
begitu banyak manfaat dari sebuah gadget yang anda miliki, namun juga di sisi
yang sama, ada banyak dampak buruk juga anda tidak memanfaatkan keguanaan gadget
tersebut dengan banar dan maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar