Sejarah
telah menjelaskan kepada kita tentang perkembangan preodisasi peradaban
manusia; dimulai dari zaman purba hingga zaman modern yang serba digital
seperti saat ini. Hal mendasar dari munculnya sebuah perubahan ialah berubahnya
pola pikir manusia. Manusia-manusai zaman dulu sangat mempercayai takhayul dan
hal-hal yang berbau mistis hingga menggemari mitos-mitos. Sedangkan pada zaman
modern saat ini pikiran manusia sudah sangat rasional, bahkan tak jarang yang
akhirnya tak mempercayai kehidupan setelah mati (atheisme). Nasib tentang hal-hal yang berbau mistisme, irrasional, suprarasional
yang mana hal diatas melekat dan menjadi identitas bagi Agama benar-benar sudah
di ujung tanduk.
Mungkin
ingatan kita masih segar dengan segala cerita nabi-nabi yang banyak dikisahkan
guru kita yang dikhabarkan melalui nash baik al Qur’an maupun di dalam al
hadits. Misalnya tentang kesulitan para nabi dan rasul untuk melakukan dakwah
kepada kaumnya walaupun sudah diberikan mukjizat. Tapi karena pada zaman itu
perkembangan akal dan pikiran manusia masih didominasi kepercayaan kepada mitos
dan sihir, lantas mukjizat yang ditampilkan tidaklah membawa hasil dan
perubahan yang besar.
Sekilas
Mukjizat dan sihir memiliki cara kerja yang sama. Bisa dibayangkan ketika sihir
begitu populer kemudian seorang nabi memperlihatkan Mukjizatnya, mungkin
fenomena saat berlangsungnya Mukjizat itu biasa saja. Misalnya pada saat Nabi
Muhammad SAW menujukkan kepada orang-orang Quraisy bahwa Bulan terbelah menjadi
dua bagian yang (atas izin Allah SWT), namun justru orang-orang Quraisy pada
saat itu banyak yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhamamd SAW
adalah sihir belaka. Atas kesan yang demikian itu maka hasilnya tidak akan
membawa dampak yang besar, walaupun ada beberapa oarng yang kemudian masuk
islam.
Akan
tetapi mengapa pada zaman sekarang keajaiban-kejaiban seperti mukjizat sangat
jarang terjadi?. Asumsi saya bahwa semakin rasional manusia, ternyata Tuhan
semakin menyembunyikan keajaiban yang serupa dengan Mukizat. Karena ketika
kejadian seperti mukjizat tersebut terjadi pada zaman serba digital dan modern
seperti sekarang ini maka semua akan berbondong-bondong masuk agama islam.
Lalu
bagaimana mendakwahkan agama saat ini?. Apakah cukup dengan doktrin-doktrin
seperti yang ada pada nash-nash dan dalil?. Tentu sudah banyak bukti penolakan
dari mereka yang menolak. Pernyataan-pernyataan, “waduh pak ustad lagi ceramah..”, dan lainnya akan terdengar
ditelinga kita.
Tentu
dengan perkembangan logika yang pesat saat ini agama harus dibenarkan dengan
alasan-alasan logika. Misalnya ketika mendakwahkan tentang makanan yang haram,
maka tidak hanya sebatas ‘menurut dalil seperti itu’. Namun harus
penambahan-penambahan rasionalisasi dalam dibidang ilmu pengetahuan bahwa bukti
tentang buruknya makanan yang diharamkan harus dipaparkan, entah bagi kesehatan
dan lainnya. Namun harus dijelaskan pula bahwa alasan kesehatan tersebut
bukanlah penyebab tunggal turunnya nash dan hukum tersebut, melainkan salah
satu dari sekian hikmah serta manfaat yang bisa diraskan.
Hemat
penulis bahwa agama harus keluar dari dunia mainstremnya yang mana hanya
difahami sebagai ibadah ritual semata. Bukankah kita mengatakan islam sebagai
pedoman hidup, bukan atribut kehidupan. Menjalankan segala tata cara kehidupan
menurut islam dari mulai bangun tidur sampai tidur kembali bukankah akan
membawa kebaikan. Mendakwahkan agama islam memang harus pragmatis, itu yang
butuhkan zaman saat ini. Tunjukkan manfaat jika mengikuti pola islam dan
keburukan jika tak menggunakan pola islam, bukan hanya sebetas mengatakan
alasan “nash mengatakan seperti itu”.
Oleh:
Muh. Hasan Suryawawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar