Perubahan
zaman yang terjadi begitu cepat saat ini akan menyebabkan perubahan pola
tingkah manusia dalam menyesuaikan diri dalam kehidupan. Misalnya dalam hal
niat menuntut ilmu saja sudah berubah. Dahulu orang menuntut ilmu pure karena
memang mereka membutuhkan ilmu tersebut. Tidak ada tendensi lain yang mengekor
dibelakang niatan suci itu. Namun dengan berkembangnya
industrilisasi dan faham kapitalisme, maka ukuran keilmuan seseorang akan
diukur dengan indikator tambahan yaitu tingkat kesejahteraan yang tinggi yang
dihasilkan oleh hasil keilmuannya tersebut. Selain itu, ada juga orang tua yang
menyekolahkan anaknya demi ambisi pengetahuan atau hanya gengsi status sosial
ditengah-tengah masyarakatnya.
MENCARI ALASAN MENDAKI GUNUNG
Memang sulit memberikan
alasan rasional tentang mengapa seseorang harus mendaki sebuah gunung. Apakah
mendaki gunung harus memiliki alasan?. Jawabnnya pun sangat relatif. Ada yang
mengatakan bahwa seseorang mendaki gunung karena rindu terhadap suasana alam.
Ada lagi alasan lain bahwa mendaki untuk mencari beberapa jepretan selfie.
Namun saya beranggapan bahwa alasan seseorang mendaki gunung bukanlah hal-hal
sebatas beberapa pernyataan yang melatarbelakanginya. Ada resiko yang banyak
ketika berada di alam, termasuk membuang jauh-jauh kenyamanan saat berada di
rumah. Resiko lain ialah tentang dampak bagi kesehatan tubuh yang bahkan dapat
menyebabkan kematian. Sehingga ada alasan mendalam seseorang ketika mendaki
gunung, bukan hanya untuk mencari beberapa selfie dan kemudian untuk di unggah
ke media sosial. Orang yang seperti ini pasti dikemudian hari akan kapok dan
tidak ingin lagi mendaki.
SAKIT DAN KEBESARAN HATI UNTUK MENERIMANYA
Sebagai
manusia biasa tentu kita pernah dan sering merasakan yang namnya sakit. Penyakit
yang kita derita tentu bak teman sejati yang selalu menemani perjalanan hidup
kita mulai sejak balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga masa tua. Cara menyikapinya
pun berbeda-beda, tergantung usia manusia tersebut. Ketika penyakit datang
ketika masih balita maka penyakit tersebut akan dimaknai sebagai tanda
bertambahnya pertumbuhan bayi. Pun ketika suatu penyakit datang ketika di usia
senja, maka pasti itu dimaknai sebagai penyakit tua yang harus dihadapi dengan
pasrah dan sabar.
DILEMA WANITA BERPENDIDIKAN
Pentingkah pendidikan
bagi wanita?. Ini pertanyaan yang agaknya banyak menimbulkan persepsi. Jika memang
penting, seberapa pentingkah hal itu, karena pada akhirnya wanita akan bergelut
pada urusan-urusan internal rumah tangga. Namun banyak alasan yang
menjustifikasi pentingnya pendidikan tinggi bagi wanita. Salah satunya ialah
semakin tinggi pendidikan seorang wanita hal itu akan berdampak pada kualitas
didikan kepada anak-anak mereka. Benarkah demikian?, lagi-lagi kita tidak bisa
menutup mata tentang wanita-wanita hebat tanpa jenjang pendidikan tinggi justru
dapat mendidik anak-anak yang cerdas dan luar biasa. Sehingga mengapa wanita
harus menghabiskan banyak waktu, biaya, tenaga dan pikiran untuk bersekolah tinggi
toh akan akhirnya akan mengurusi rumah dan seisinya?.
Langganan:
Postingan (Atom)
BACA JUGA
Islam: Way Of Life
Oleh: Muh. Hasan Suryawan Saat kita mendengar kata islam, maka yang terpikirkan dalam benak kita adalah salah satu agama yang menjadi ke...