Pentingkah pendidikan
bagi wanita?. Ini pertanyaan yang agaknya banyak menimbulkan persepsi. Jika memang
penting, seberapa pentingkah hal itu, karena pada akhirnya wanita akan bergelut
pada urusan-urusan internal rumah tangga. Namun banyak alasan yang
menjustifikasi pentingnya pendidikan tinggi bagi wanita. Salah satunya ialah
semakin tinggi pendidikan seorang wanita hal itu akan berdampak pada kualitas
didikan kepada anak-anak mereka. Benarkah demikian?, lagi-lagi kita tidak bisa
menutup mata tentang wanita-wanita hebat tanpa jenjang pendidikan tinggi justru
dapat mendidik anak-anak yang cerdas dan luar biasa. Sehingga mengapa wanita
harus menghabiskan banyak waktu, biaya, tenaga dan pikiran untuk bersekolah tinggi
toh akan akhirnya akan mengurusi rumah dan seisinya?.
Alasan klasik yang tak
sejalan tentang pendidikan setinggi-tingginya bagi wanita ialah karena wanita
memiliki kelemahan dalam hal berekspansi karir. Wanita memiliki kehormatan, dan
sengan segala cara kehormatan itu harus dijaga seketat mungkin. Wajar jika
wanita baiknya di rumah saja. Toh jika
memang bekerja, ya bekerja di rumah saja. Bukankah hari ini banyak jual-beli
online yang memudahkan orang-orang bekerja dari rumah?. Disisi lain, wanita
memiliki tanggung jawab terhadap suami, anak, dan urusan rumah tangga lainnya. Jadi
wanita sekolah sewajarnya saja, jangan tinggi-tinggi.
Namun ada juga orang
yang berpendapat sebaliknya. Wanita harus sekolah setinggi mungkin, karena
berpendidikan tidak memiliki resiko negatif. Wanita bisa saja berkarir
dikehidupan modern ini tanpa harus takut akan kehormatannya yang terancam. Dunia
sudah modern, ada hukum yang melindungi setiap warga dimanapun ia berada. Mengurusi
anak dapat ditanggungkan untuk sementara waktu kepada orang lain.
Dilema wanita
berpendidikan pun mengintai. Dikutip dari Radar Malang, memaparkan data yang mencengangkan
bahwa sebanyak 6.386 istri memilih untuk menjanda. Kabupaten malang bahkan
menjadi kabupaten tertinggi se-jawa timur dalam hal perceraian. Perceraian tersebut
di dominasi oleh istri dengan pekerjaan guru. Bukankah guru termasuk salah satu
profesi yang membutuhkan pendidikan tinggi?. Lebih luas dari itu, banyak wanita
yang meminta cerai pada suaminya justru karena si wanita merasa mandiri atau
bahkan merasa lebih berpenghasilan dari suami mereka. Lantas masihkan kita
menganggap bahwa pendidikan tinggi bagi wanita itu penting?.
Namun ketika wanita
tidak mendapatkan pendidikan yang baik maka mereka akan rentan pada
ketidakadilan dari laki-laki atau suami mereka. Laki-laki akan menganggap
pekerjaan rumah seperti memasak, mengurus anak, mencuci adalah pekerjaan yang
kasar dan rendah. Oleh karena itu wanita dipaksa harus tunduk dan patuh
terhadap apapun perkataan suami, termasuk juga jika mereka hendak dipoligami. Sehingga
rasanya pendidikan yang tinggi dan baik sangat perlu dibekali kepada wanita.
Dalam sebuah pepatah,
wanita diibaratkan sebagai tiang negara. Jika wanita di suatu negara rusak,
maka rusaklah negara itu begitupun sebaliknya. Dalam pemahaman barat, hal ini
diperjuangkan dalam misi kesetaraan gender. Namun di indonesia, misi kesetaraan
gender lebih pada bertujuan agar wanita-wanita tidak lagi dijadikan subjek
diskriminasi kaum laki-laki. Dimana wanita hari ini banyak berjuang agar
mendapat penghargaan dan perlakuan adil dari suami mereka. Sedangkan di Barat
seorang wanita harus berada pada posisi yang lebih tinggi dari laki-laki.
Dari segi biologis,
keadaan hormon dan beberapa organ tubun wanita dan laki-laki memang berbeda. Wanita
memiliki rahim, kemudian haid dan melahirkan. Sedangkan ketika haid kondisi
psikis mereka akan lebih labil ketimbang di waktu normal. Pun ketika ngidam,
wanita akan memiliki psikis yang aneh dari biasanya. Sedangkan laki-laki tidak
memiliki rahim, tidak melahiran dan tentu kondisi ini akan membuat kondisi
psikologis laki-laki dan wanita berbeda.
Sehingga wacana
kesetaraan gender di indonesia memang bukan dalam rangka menyetarakan peran
laki-laki dan wanita. Islam sangat jelas digambarkan bahwa hubungan laki-laki
dan wanita itu ialah merupakan hubungan berharmoni, bekerjasama dan saling
melengkapi. Perempuan harus menghormati suami dan para suami harus menghargai
istri-istri mereka. Mereka secara biologis sudah berbeda, tentu tidak mungkin
menyetarakan dua hal yang berbeda, yang ada ialah membuat keduanya saling
melengkapi kekurangan satu dengan yang lainnya.
Apakah kaitan hal itu
dengan pendidikan tinggi bagi wanita?. Tentu wanita harus menyadarai dan
mendapat pemahaman sejak awal pendidikan mereka utamanya bukan hanya bertujuan
materi. Mengingat definisi pendidikan salah satunya ialah memanusiakan manusia.
Melalui pendidikan seorang wanita dapat belajar banyak hal tentang dunia,
tentang tanggung jawab, tentang bekerjasama, tentang bagaimana berfikri dalam
menyelesaikan suatu permasalahan rumah tangga dan permsalahan sosial
masyarakat. Mengingat tugas seorang wanita sangat penting dan vital dalam
kehidupan seseorang.
Wallahualam
Oleh: M. Hasan Suryawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar