Perubahan
zaman yang terjadi begitu cepat saat ini akan menyebabkan perubahan pola
tingkah manusia dalam menyesuaikan diri dalam kehidupan. Misalnya dalam hal
niat menuntut ilmu saja sudah berubah. Dahulu orang menuntut ilmu pure karena
memang mereka membutuhkan ilmu tersebut. Tidak ada tendensi lain yang mengekor
dibelakang niatan suci itu. Namun dengan berkembangnya
industrilisasi dan faham kapitalisme, maka ukuran keilmuan seseorang akan
diukur dengan indikator tambahan yaitu tingkat kesejahteraan yang tinggi yang
dihasilkan oleh hasil keilmuannya tersebut. Selain itu, ada juga orang tua yang
menyekolahkan anaknya demi ambisi pengetahuan atau hanya gengsi status sosial
ditengah-tengah masyarakatnya.
Sehingga kesulitan akan terjadi dibenak hati para anak muda yang sedang menutut ilmu. Disatu sisi mereka tau bahwa menuntut ilmu harus ikhlas, lebih-lebih jika ada berlandaskan lillahita’ala. Namun karena niat-niat semacam ini sulit untuk di visualisasikan maka mereka akan menemukan niat yang disodorkan oleh orang tua mereka. “nak… belajar (kuliah atau sekolah) yang bener agar kehidupanmu kelak mapan dan bahagia”. Disini visualisasi dari kegiatan menuntut ilmu akan tergambar jelas, dengan harapan ilmu yang dipelajari hari ini akan membawa kesejahteraan secara materil di kehidupan yang akan datang.
Selain
itu, ada juga orang tua yang menyekolahkan anakanya demi ‘ambisi’ dalam
pengetahuan. Dengan kata lain bahwa anaknya diberikan fasilitas untuk menuntut
ilmu hingga pada jenjang yang setinggi-tingginya. Tak lain agar anaknya menjadi
superior diatas yang lain. Disamping itu, ada juga orang tua yang menyekolahkan
anaknya demi gengsi karena satatus sosial. Gengsi ini lahir dari sifat iri yang
ada di hati. Namun ternyata iri terhadap orang yang memiliki ilmu dan ingin
seperti mereka sangat dianjurkan. Seperti dalam hadits Nabi SAW, “Tidak
boleh iri (dengki) kecuali kepada dua hal. (Yaitu kepada) seorang yang Allah
berikan kepadanya harta lalu dia menguasainya dan membelanjakannya di jalan
yang haq (benar) dan seorang yang Allah berikan hikmah (ilmu) lalu dia
melaksanakannya dan mengajarkannya (kepada orang lain)” (HR. Bukhari 1320).
Dari
beberapa uraian diatas telah dijelaskan bahwa beberapa niat seseorang menuntut
ilmu sangat beragam; mulai dari niatan ikhlas, gengsi, ambisi sampai pada
materi. Semua niatan ini pasti ada dihati manusia. Karena tidak mungkin semua
manusia memiliki niat yang sama, apalagi setiap mausia memiliki latarbelakang
kehidupan sosial yang beragam. Ketika seseorang terlahir dari orang yang
memahami ilmu secara mendalam maka anakanya akan diarahkan kepada pencarian
ilmu yang ikhlas tanpa tendensi materi maupun gesekan gengsi. Begitupun ketika
seseorang lahir ditengah-tengah masyarakat yang selalu mengutamakan eksistensi
diatas segalanya, maka seorang anak akan diarahkan untuk memiliki tingkat pendidikan
paling tinggi dibawah yang lain. Namun sebenernya yang paling baik ialah yang
paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lainnya dengan keilmuan yang
dimiliki.
Namun
pada intinya ialah ketika seseorang sekolah dengan berbagai latarbelakang
niatannya namun mereka esensinya memiliki tujuan yang sama yaitu bagaiamana
caranya mereka dapat memahmi ilmu yang sedang mereka pelajari. Apapun niat
mereka, namun tetap tujuannya ialah bagaimana mereka berilmu. Karena dengan
memiliki ilmu atau berilmu maka akan terlampiaskan niatan awal mereka entah
karena ikhlas, gengsi, ambisi maupun materi. Lantas bagaimana menjadi seorang
yang berilmu? Seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang bernama Thawus pernah
bertanya kepada Rasulullah, ia berkata: wahai Rasulullah siapakah (diantara)
manusia yang paling berilmu?, Beliau menjawab: adalah seseorang yang
mengumpulkan ilmu orang lain untuk ditimbanya, dan setiap pencari ilmu pasti
tidak akan pernah puas dengan ilmu (yang dimilikinya), (HR. Dharimi no 287).
Sehingga rasa tidak pernah puas untuk menuntut ilmu kiranya harus tetap ada,
sebagaimana pepatah yang mengatakan bahwa semakin orang membaca ia akan semakin
bodoh. Artinya bahwa semakin tinggi keilmuan seseorang maka ia akan semakin
sadar bahwa ilmu pengetahuan itu begitu luas.
Sehingga
penulis dapat memahami bahwa yang terpenting ialah seseorang memiliki niat
untuk menuntut ilmu. Walaupun berbeda niat tapi sebenernya mereka memiliki satu
tujuan yang sama yaitu memahmi ilmu tersebut. Yang menjadi bahaya adalah ketika
seseorang tidak memiliki niat apapun untuk menuntut ilmu. Wallahualam..
Oleh:
M. Hasan Suryawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar