Oleh Muh Hasan Suryawan
Ada yang pernah bertanya, mengapa kementrian pendidikan gandeng
dengan kebudayaan?. Kenapa tidak dibuat kementrian kebudayaan sendiri yang
mengurus kebudayaan atau tradisi masyarakat. Tugasnya ya mengarahkan masyarakat
agar membudayakan tradisi yang baik, mengedukasi masyarakat tentang bagaimana
pentingnya tradisi dalam kemajuan sebuah wilayah. Tapi karena masalah
kebudayaan bukan hal yang penting maka gandeng sajalah kementriannya dengan
pendidikan, tohh yang paling penting kan mengurus pendidikan. Jika pendidikan
baik pasti nantinya budaya yang lahir akan baik. Begitu ya....hmmm
Nyatanya bahwa pendidikan itu berbanding lurus dengan budaya
masyarakat. Mustahil menciptakan pendidikan yang berkualitas tanpa budaya yang
tinggi. Rahim dari pendidikan yang baik di mulai dari budaya masyarakat yang
baik. Baiknya kualitas pendidikan bukan karena uang, bukan karena anak anda
disekolahkan di tempat yang bagus, kualitas akademik top dan dengan biaya yang
mahal. Pendapat ini sesungguhnya keliru.
Apa tidak cukup dengan begitu banyak bukti disekitar kita,
khususnya di dunia pendidikan. Banyak mahasiswa atau siswa yang memiliki
latarbelakang orang tua kaya, berduit, atau kemampuan finansial yang baik.
Namun dalam proses akademik, anaknya gagal. Padahal fasilitas ‘gemerlap’
diberikan orang tuanya. Kost atau kontrakan yang baik, uang saku yang lebih
dari cukup dan fasilitas lainnya. Orang tuanya banyak yang lepas tangan urusan
pendidikan anak mereka, urusan pendidikan serahkan saja pada sekolah, bimbel
atau semacamnya sedangkan orang tua fokus mencari uang.
Bukannya banyak orang yang berduit tapi anaknya sukses. Alasannya
pasti orang tuanya memperhatikan aktivitas akademik anaknya, memperhatikan
kebiasaan dan perilaku anaknya di sekolah. Tentu akan lebih bagus dan sempurna
orang tua yang memiliki kemampuan finansial dan perhatian terhadap proses
pendidikan anaknya.
Keluarga ini unit terkecil kehidupan sosial bagi seorang anak.
Sebelum ia mengenal masyarakat dan lingkungan sekolahnya. Baik di keluarga,
masyarakat lebih-lebih di sekolah memiliki tanggung jawab sendiri dalam
menciptakan lingkungan belajar atau kebudaya bahkan tradisi yang baik.
Ketika kebudayaan atau tradisi dalam sebuah keluarga baik, orang
tua yang memperhatikan aktivitas anaknya, mengawasi gerak gerik anaknya, pada
intimya adalah terus memonitoring perkembangan anaknya bukan hanya di rumah,
tapi juga di lingkungan bermain dan sekolahnya tentu ini melalui laporan guru.
Harusnya istilah kementerian pendidikan dan kebudayaan itu dibalik,
menjadi kementrian kebudayaan dan pendidikan. Karena pendidikan bagian dari
kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan mengurus begitu banyak aspek kehidupan, dari
keluarga, masyarakat dan di segala tingkat lingkungan. Ketika masyarakat
memiliki buaya yang baik maka proses pendidikan dalam makna luas akan tercipta
dengan sendirinya, karena banyak terori yang membuktikan bahwa masyarakat
adalah sekolah yang tak terlembaga.
Sedangkan pendidikan dalam definisi kementrian pendidikan adalah
hanya sebatas pada pendidikan formal disekolah. Utak..atik...kurikulum, sistem,
metode dan lain sebagainya toh..tak memberikan efek yang signifikan. Tak ada
perubahan mendasar anara kurikulum zaman suharto dengan yang paling prestisius
saan ini, K13. Ketika anak di cecoki untuk berfikir apriori, menemukan sendiri
ilmu mereka, tapi sarapan pagi mereka tak diperhatikan, orang tua jarang
mengajak anaknya berdialog tentang kehidupan, masyarakat yang kian permissif
dan lainnya. Kan percuma...anak-anak tak akan memiliki daya kritis yang kuat
tanpa gizi dan kebiasaan melakukan hal itu setiap hari di lingkungan keluarga
atau masyarakat.
Bangsa barat dengan kamjuan ilmu pengetahuannya saat ini tak hanya
mengandalkan uang, namun juga mereka memiliki tradisi dan budaya di dalam
keluarga dan masyarakatnya yang bagus. Sentuhan kasih sayang, perhatian, dan
penghargaan kepada apapun yang telah anak laukan menjadi hal yang sangat
penting (baca: hirarki kebutuhan-Abraham Maslow). Sehingga hasil pendidikan
yang baik bukan hanya dari uang dan sistem pendidikan di sekolah yang bagus,
melainkan juga dari kebiasaan-kebiasaan baik orang tua dan masyarakat.
Oleh karena itu membangun kebuadayaan atau tradisi yang baik di
dalam masyarakat lebih-lebih dalam keluarga sangat diperlukan. Karena ini
merupakan ruh dan roda penggerak dari proses pendirikan yang ada di lingkungan
akademik seperti sekolah, kampus dan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar