Tuhan telah menciptakan berbagai macam bentuk dan jenis makluk di
muka bumi ini. Makhluk-makhluk itu tersebar mulai dari alam dunia, alam jin
sampai ke alam yang tidak terjamah oleh indera manusia. Semua itu merupakan
tanda-tanda kekuasaan Allah SWT sebagai dzat yang Esa dan Maha Kuasa. Di alam
dunia saja atau lebih akrab kita sebut sebagai alam nyata bagi prespektif
indera manusia, terdapat banyak jenis makhluk hidup hasil ciptaan Allah SWT, mulai
dari yang namanya manusia, hewan, tumbuhan dan lain sebaginya. Namun disini,
Manusia memegang peranan penting bagi jalannya kehidupan di muka bumi ini
seperti apa yang telah di nas-kan di dalam al Qur’an. Manusia dengan
kelebihan akal yang dimilikinya telah diangkat oleh Allah SWT menjadi khalifah,
bukan hanya bagi sesama manusia tetapi juga menjadi khalifah bagi alam. Ini
berarti bahwa dalam kekhalifahannya manusia harus memperhitungkan aspek alam
sebagai salah satu komposisi struktural dari kepemimpinannya. Dimana dalam
mengeksplor kekayaan alam, manusia hendaknya mempertimbangkan keadaan alam itu
sendiri. Bukan malah membuat kerusakan di hutan-hutan akibat dari pembabatan
yang rakus, atau mengeksplor hasil SDA secara berlebih-lebihan hingga
menimbulkan polusi bagi udara sekitar.
Dalam penciptaannya manusia adalah makhluk yang berbeda dengan
makhluk-makhluk lainnya. Dengan pembedaan yang seperti itulah, manusia
terkadang bisa memiliki drajat yang tertinggi di sisi Tuhannya di bandingkan
dengan makhluk-makhluk lain, bahkan dengan Malaikat sekalipun. Namun manusia
juga bisa menjadi makhluk yang paling hina di antara makluk-makhluk lainnya,
bahkan melebihi rendahnya binatang. Dari penjelasan di atas setidaknya kita
bisa menemukan definisi bahwa manusia merupakan makhluk yang flexible baik
dalam sudut pandang zohir ataupun batin. Ketika perbuatan-perbuatan
manusia tetap pada jalan yang benar maka manusaia semacam ini lebih mulia
ketimbang malaikat, karena dalam kenyataannya manusia menghadapi banyak
rintangan dalam mempertahankan jalan kebaikan yang ia jalani. Manusia mempuyai
hawa nafsu yang terus membayangi dan menyulitkan segala perbuatan baik yang
akan di lakukkan. Beda halnya dengan malaikat yang tidak memiliki hawa nafsu,
sehingga malaikat dalam ibadahnya tidak mendapatkan kesulitan sedikitpun. Di sisi
lain manusia akan lebih rendah drajatnya dari bintang jika ia berbuat hal-hal
yang sama dengan perbuatan binatang. Mengapa tidak sama darajatnya dengan bintang
padahal perbuatan yang manusia lakukkan berbobot sama dengan binatang. Jawabannya
adalah karena binatang tidak memiliki akal yang bisa digunakan untuk membedakan
hal yang baik dan hal yang buruk, sedangkan manusia memilikinya.
Jika kita berfikir sederhana, sebenarnya apa yang membedakan antara
hewan dan Manusia. Dalam perkuliahan psikologi pendidikan islam, Prof. Dr. H.
Baharuddin menjelaskan bahwa yang membedakan manusia dengan hewan adalah cara
pandang keduanya dalam hal melihat sesuatu. Manusia melihat semua yang ada di
sekitarnya sebagai barang mentah sedangkan binatang melihat semua yang ada di
sekitarnya sebagai barang yang jadi. Pernah tidak binatang berfikir untuk
memasak daging yang ia dapatkan sebelum ia memaknnya. Atau pernahkan kita
melihat binatang pergi ke kantor KUA untuk mengurus surat perkawinannya sebelum
ia melakukkan hubungan sexual. Hal semacam itu terjadi karena memang binatang
melihat semua yang ada sebagai barang jadi. Ia akan langsung memakan daging
hasil buruannya, atau ia akan langsung melakukkan hubungan sexual jika bertemu
dengan lawan jenisnya. Lain halnya dengan Manusia. Manusia melihat semua yang
ada di sekitarnya sebagai barang yang masih mentah. Pernahkah kita melihat
manusia (dalam konteks manusia normal pada umumnya) langsung memakan daging yang
ia dapatkan. Tentu manusia akan mengolahnya terlebih dahulu, entah dengan memasaknya
ataupun dengan memanggang daging itu. Manusia yang sesungguhnya tidak akan mencicipi hal-hal
yang masih dalam kondisi mentah, seperti melakukkan hubungan suami isteri
sebelum menikah karena menurut proses manusia secara lahiriah bahwa hal semacam
ini masih mentah dan memerlukan pengolahan sebelum menikmatinya. Cara pengolahannya
adalah pergi ke KUA untuk mengurus surat perkawinan dan melakukkan akad
pernikahan sesuai aturan dalam islam. Barulah ia akan matang dan siap di
sajikan.
Dalam hakekatnya, manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan
rohani. Ketika jasmani menderita maka terkadang mulut akan mengeluarkan suara
sebagai output dari rasa sakit itu, maka suara itu di sebuat sebagai
suara rohani. Kedua unsur itu seperti mobil dan sopirnya. Mobil di ibaratkan
sebagai jasmani dan rohani di ibaratkan sebagai sopir. Mobil akan berjalan sesuai dengan
apa yang di kehendaki sang sopir. Maka sebagai sopir tentu hati harus
benar-benar mengetahui kemana tujuan jasmani yang ia kemudikan. Bukan hanya
itu, hati juga harus mengerti jalan menuju tujuan yang hendak ia capai. Jalan tentu
sangat banyak, berliku-liku, berkelok-kelok, jika tak tahu arah bisa saja ia
akan jatuh ke jurang. Maka hati perlu petujuk arah, atau dalam teknologi
canggih pada saat ini di sebut sebagai GPS. Hati perlu GPS yang akan memandunya
ke arah yang hendak ia capai. GPS-nya bisa kita download di www. Alqur’an
dan As sunnah Nabi SAW Com. Jangan permasalahkan orang yang menempuh jalan
yang berbeda dengan kita selama ia tetap tertuju pada satu tujuan akhir yang di
tunjukkan oleh GPS, tujuan itu adalah Ridho Allah SWT.
Semoga buah pikiran ini menjadi titik balik agar di setiap
perjalanan hidup kita di dunia ini, kita senantiasa menggunakan GPS al
qur’an dan as Sunnah. Agar kita sebagai manusia mengetahui tujuan akhir dari kehidupan
yang harus kita capai. Inilah secuil rahasia tentang arti kehidupan Manusia di
dunia ini. Wallahualam bissawab..
Artikel by Hasan Suryawan
Mahasiswa Jurusan Pend. Agama Islam UIN Maliki Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar