Ada kesan marginal ketika mendengar istilah madrasah, apalagi itu
statusnya sebagai lembaga swasta. Kesan itu mulai dari keterbatasan sarana
prasarana, sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan, sampai pada finansial.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan dengan basis islam memang memiliki sekian
kendala pengembangan, salah satunya tentu karena terjadinya dikotomi terkait
dengan pengelolaan pendidikan di Indonesia. Madrasah dikelola oleh Kementrian
Agama yang notabebenya tidak punya banyak dana untuk mengelola pendidikan,
sedangkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengelola sekitar 15 % dari
total APBN 20 % yang diberikan untuk anggaran pendidikan. Dari gambaran
tersebut, tidak heran jika lembaga sekelas madrasah harus berkompetisi dipapan
bawah percaturan dunia pendidikan kita.
Ada masalah klasik dimana madrasah terlihat kurang responsif
terhadap perkembangan global. Kita ambil contoh dalam hal isu lingkungan hidup.
Permasalahan lingkungan menjadi trend pembahasan akhir-akhir ini
mengingat perubahan iklim yang drastis, ketidakmenentuan iklim, kerusakan
lingkungan seperti banjir, tanah longsor dan lain-lain. Siapa yang salah?.
Sudah sangat jelas bahwa biang kerok dari masalah-masalah itu adalah karena
perbuatan tangan manusia itu sendiri, selain dari fenomena alam seperti gunung
meletus dan lain-lain (Q.S. Ar-ruum: 41, Al A’raaf: 56). Berkaitan dengan
perilaku manusia terhadap kondisi sumber daya alam dan lingkungan yang
cenderung tidak peduli, maka mengubah perilaku menjadi prioritas utama dalam
mengatasi krisis lingkungan (Mulyana 2009). Jadi, solusinya
ialah bagaimana membentuk manuisa yang mencintai lingkungan sekitarnya?.
Padahal larangan membuat kerusakan di alam atau kewajiban untuk
menjaga lingkungan sudah sangat jelas dijelaskan dalam islam (Q.S. Al A’raaf: 85).
Ummat islam dilarang untuk merusak lingkungan. Dalam fiqih, larangan berarti
perkara yang harus ditinggalkan dan mendapat pahala atasnya. Namun semangat ini
kurang dimaknai di lembaga-lembaga islam, seperti Madrasah. Hal ini tentu bukan
bermaksd untuk mengeneralisasikan lembaga Madrasah pada umumnya, namun masih
banyak kita temui Madrasah yang tidak menjaga kebersihan lingkungannya, seperti
keberadaan sampah, WC yang kotor dan berbau, dan lain-lain. Sedangkan, para
orang tua tentunya akan memilih lembaga pendidikan yang responsif terhadap
isu-isu terbaru, misalnya bukan hanya pada ranah lingkungan saja, namun lebih
luas dari itu. Dan Madrasah harusnya memiliki semangat ini.
Dikutip dari malang-pos.com, bahwa daftar penerima penghargaan
sekolah Adiwiyata di Malang raya tahun
2015 sebanyak 13 sekolah. Dari daftar sekolah sebanyak itu, ternyata tidak ada
satupun lembaga Madrasah swasta ataupun Negeri yang menerima penghargaan
Adiwiyata. Sekolah yang mendominasi ialah dari sekolah memengah pertama (SMP)
Negeri. Hal ini menujukan bahwa semangat untuk menciptakan kesalehan lingkungan
di lembaga Madrasah masih kurang. Kita mengesampingkan konsep bahwa Allah
itu indah dan mencintai keindahan.
Untuk itulah perlu adanya konsep integrasi pendidikan islam yang
ramah lingkungan, baik dalam praktik-praktik yang terencana di dalam
intrakulikuler, ekstrakulikuler maupun pada hidden curriculum-nya. Oleh
karena itu, jika melihat kebutuhan secara menyeluruh maka Lembaga seperti
Madrasah harus mulai berbenah. Selain untuk mewujudkan kesalehan individu dan
kesalehan sosial, juga dalam menciptakan lingkungan.
Oleh: M. Hasan Suryawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar