Melihat akhir-akhir ini banyaknya ketakutan masyarakat dengan
hal-hal yang berbau China, mulai dari partai/ideologi (palu-arit), produk,
pekerja, bahkan pemimpin yang dengan keturunan China. Dalam hal perekonomian,
China memang menjadi salah satu mercusuar kekuatan perekonomian terbesar di
Dunia. Barang-barang impor dari China mulai dari barang elektronik, gadget,
peralatan rumah tangga dan masih banyak lagi, tersebar ke seluruh belahan dunia,
termasuk di Indonesia.
Dalam hal produk, China memang unggul. Keunggulan tersebut terdapat
pada harga barang yang murah dengan kualitas yang memuaskan. Namun dalam
kesempatan ini, saya bukan hendak memaparkan kelebihan China. Melainkan
ketakutan orang-orang pribumi terhadap dominasi China di berbagai sektor dan
bidang kehidupan.
Munculnya kekhawatiran itu terlihat dari misalnya beberapa reaksi
terhadap beredarnya lambang-lambang partai komunis di beberapa media sosial,
bahkan ada yang mengatakan lambang komunis tersebut ada di pecahan mata uang
Indonsia. Ketakutan itu kemudian dikaitkan dengan kecurigaan terhadap
Pemerintahan Jokowi sekarang seolah-olah berasal dan pro terhadap komunisme. Lantas
muncul ancaman-ancaman, kecaman-kecaman masyarakat terhadap hal tersebut. Wajarkah
masyarakat kita takut dengan dominasi China?. Bagaimana kemudian cara
menghadapi persaingan –untuk tidak menggunakan kata Melawan– bangsa Indonesia
dengan China?. Cukupkah hanya dengan kecaman-kecaman atau boikot di media
sosial?.
Jika kita meruntut pada sejarah peradaban bangsa-bangsa di dunia,
maka kita akan memahami mengapa China begitu mendominasi hari ini. Agar lebih
memudahkan pembahasan selanjutnya mengenai usia perdaban China dan Indoensia
maka saya akan memulai dengan dua klasifikasi pembahasan. Pertama, pengaruh dan
identitas sebuah agama dalam mempengaruhi sebuah peradaban bangsa. Kedua, tentang
lahirnya sebuah pradaban itu sendiri.
Lahirnya sebuah agama di dunia akan tentu akan merubah corak sistem
sosial dan ideologi dalam sebuah bangsa atau Negara. Kemudian agama tersebut
akan menjadi pedoman hidup masyakatat setempat dan pada akhirnya akan membentuk
sebuah identitas. Misalnya hindu yang identik dengan India, Budha dan Knghucu
di China, Islam di Arab dan Kristen di Barat. Namun muncul pertanyaan kemudian
bahwa, seberapa besar pengaruh suatu agama terhadap peradaban suatu bangsa?.
Dalam hal ini kita akan mengambil contoh ketika islam hadir di
tanah Arab yang dulunya memiliki tradisi jahiliyah, seperti perang suku,
membunuh bayi wanita, memperlakukan wanita dengan keji, perbudakan, menyembah
berhala dan sebagainya. Tidak ada sistem politik, ekonomi, dan sistem sosial
yang melindungi masyarakat. Miriplah seperti hukum rimba, suku yang paling kuat
merekalah yang mendominasi. Namun setelah islam hadir, hidup menjadi tertata
dan terarah. Karena islam bukan hanya bicara soal akhirat, namun juga pedoman
hidup bagi umatnya. Misalnya melindungi wanita dan memberikan hak-hak mereka, perlahan
menghapus perbudakan, membangun sistem politik yang demokratis (bukan feodal), sistem
perekomian yang rapi dan lain sebagainya. Disinilah terlihat, islam sebagai
sebuah agama sangat mempengaruhi kehidupan bangsa Arab pada waktu itu.
Maksud dari uraian diatas ialah, penulis hendak menggunakan
silogisme tersebut dalam mengeneralisasikan atas apa yang terjadi di Arab
dengan yang terjadi di daerah lainnya. Misalnya kemajuan Eropa tidak lepas dari
Kristen-Yahudi, peradaban India tidak terlepas dari agama Hindu, peradaban
China dan Negara disekitarnya tidak lepas dari Konghucu dan Budha, begitupun
peradaban di Indonesia tidak terlepas dari agama Islam.
Klasifikasi kedua ialah mengenai lahirnya sebuah peradaban. Sesuai dengan
judul diatas, apa ciri-ciri sebuah peradaban baru telah lahir?. Perlu untuk di
perhatikan bahwa istilah Peradaban dan Kebudayaan berbeda. Singatnya ialah
kebudayaan membahas semua hal yang terjadi di suatu bangsa, sedangkan Peradaban
ialah membahas masa-masa gemilangnya.
China telah memulai peradabannya sebenarnya sejak munculnya nabi
kuno mereka yang bernama Fu Xi yang hidup sekitar tahun 2952 – 2836 SM. Kemudian
disusul oleh beberapa nabi kuno lainnya hingga pada tahun 551-479 SM lahirlah
Kong Hu Cu atau Konfusianisme. Inilah cikal bakal agama Konghucu. Dan Kong Hu
Cu ini seorang filsuf yang mengkaji kitab-kitab nabi pendahulunya yang kemudian
ia interpretasikan. Karena ajarannya menkankan pada moralitas maka Kong Hu Cu
pun diangkat menjadi nabi oleh masyarakat China. Padahal Kong Hu Cu tidak
pernah mengatakan dirinya sebagai Nabi. Saya tidak membahas hal tersebut lebih
lanjut, namun ajaran Kong Hu Cu ini kemudian merasuk ke dalam diri masyarakat
China. Memang sebelumnya sudah ada agama Taoisme namun pengaruh Kong Hu Cu
ternyata lebih besar dan lebih cepat diterima.
Adapaun ajaran
Kong Hu Cu misalnya seperti (1) Xiao - Laku Bakti; yaitu berbakti kepada
orangtua, leluhur, dan guru, (2) Ti - Rendah Hati; yaitu sikap kasih sayang
antar saudara, yang lebih muda menghormati yang tua dan yang tua membimbing
yang muda. (3) Zhong - Setia; yaitu kesetiaan terhadap atasan, teman, kerabat,
dan negara. (4) Xin - Dapat Dipercaya, (5) Li - Susila; yaitu sopan santun dan
bersusila. (6) Yi - Bijaksana; yaitu berpegang teguh pada kebenaran. (7) Lian -
Suci Hati; yaitu sifat hidup yang sederhana, selalu menjaga kesucian, dan tidak
menyeleweng/ menyimpang. (8) Chi - Tahu Malu; yaitu sikap mawas diri dan malu
jika melanggar etika dan budi pekerti. Nilai-nilai inilah kemudian yang menjadi
semangat hidup bermoral dan beradab di China. Bahkan menjadi ideology kerajaan
yang sedang berkuasa pada saat itu. Dari uraian diatas maka, penulis berasumsi
bahwa inilah masa dimana peradaban China memulai babak baru atau sederhanya
dilahirkan.
Ketika Nabi
Muhammad SAW lahir di tanah Arab dan pada tahun 622 M yaitu pada saat umurnya
genap 40 tahun, ia menerima wahyu pertama yang menandakan diangkat beliau
menjadi Nabi dalam agama Islam. Pada saat itu, umur peradaban China sudah
mencapai 1.101 tahun. Terhitung sejak Kong Hu Cu Meninggal dunia (479 SM) sampai pada saat Muhammad diangkat menjadi Nabi dan Rasul
tahun 622 M. Batasan periode ini hanyalah perkiraan asumsi dan opini penulis
agar memudahkan dalam memperkirakan usia peradabannya. Dengan usia peradaban
mencapai 1.101 tahun yang mana bangsa Arab baru saja memulia babark baru atau
memulai peradaban mereka, maka tidak heran tentang adanya hadits Nabi Muhammad
SAW yang mengatakan bahwa “tuntutlah ilmu walau ke negeri China”.
Walaupun tingkat kekuatan hadits tersebut lemah bahkan palsu dan tidak
tercantum dalam kutubu tis’ah –sembilan kitab hadits– tapi setidaknya
adanya gaung China sampai ke Arab waktu itu cukup wajar karena usia peradabannya
yang sudah sangat panjang. Lalu bagaimana
dengan Indonsia?.
Penulis mengasumsikan bahwa peradaban bangsa Indonesia yang
dipengaruhi oleh agama Islam dimulai sejak tahun 1899 M. Walaupun islam sudah
masuk bahkan sejak abad ke VII (abad lahirnya islam), namun peradaban bangsa
Indonesia belumlah di mulai. Pada awalnya memang peradaban bangsa Indonesia
sudah di mulai sejak adanya zaman kerajaan seperti Majapahit, Singosari,
Kerajaan Mataram dan lainnya. Tapi setelah kehadiran Belanda dan menjajah Indonesia
selama hampir 350 Tahun maka memori kejayaan bangsa Indonesia pada zaman
kerajaan dihilangkan dengan tujuan agar bangsa Indonesia tidak mardeka. Dengan
mengetahui sejarah nenek moyangnya yang besar dan memiliki peradaban yang
tinggi maka Belanda takut motivasi untuk mardeka akan besar pula. Sehingga Belanda
kemudian menanamkan doktrin bahwa nenek banga Indonesia ialah kaum-kaum rendahan,
babu, bahkan budak.
Namun sejak munculnya Madrasah pada tahun 1909 di Padang yang
menanamkan pendidikan secara kelembagaan maka disinilah titik tolak atau
lahirnya kembali peradaaban Indonesia. Dan sebelumnya sudah berdiri Ponpes Tebuireng
di Jombang pada tahun 1899 kemudian beberapa tahun kemudian mendirikan
Madrasahnya. Pada tahun 1918 juga didirikannya
Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta yang didirikan oleh Ahmad Dahlan. Atas
dasar itulah kemudian Peradaban bangsa Indonesia lahir kembali dengan pengaruh
ajaran agama Islam yang kuat, termasuk dalam hal perebutan kemerdekaan dan
peperangan untuk mempertahankan kemardekaan.
Jika dihitung-hitung maka usia peradaban bangsa
Indonesia kurang lebih berusia 118 tahun. Peradaban bangsa Indonesia tentu
lahir sebelum kemardekaan berhasil direbut. Sedangkan jika dibandingkan dengan
China di tahun 2017 ini telah memiliki usia peradaban kurangn lebih 2.498 tahun.
Tentu interval usia China sangat jauh berbeda dengan usia peradaban bangsa
Indonesia. Maka tak sebenernya hari ini China menguasai hampir di seluruh
bidang dan sektor dalam kehidupan di dunia. Lantas apakah kita sebagai di
bangsa Indonesia harus pasrah akan kenyataan ini?.
Tentu dengan usia yang masih semuda ini,
masyarakat Indonesia tidak boleh pasrah dan menyerah. Detik ini tentu kita akan
menyadari posisi dan kematangan peradaban kita. Tak heran banyak permsalahan di
negeri ini, mulai hoax sampai pada permasalahan kedewasaan masyarakat Indonesia
dalam menerima perbedaan suku, agama dan ras. Menghadapai ketertinggalan bangsa
Indoensia dalam berbagai bidang tentu harus menyulutkan semangat juang kita
untuk terus bekerja dan berusaha untuk berkontribusi bagi Negara. Sudah tidak
ada waktu lagi untuk berdiam diri, berdebat dan menyebarkan berita-berita buruk
di media sosial. Sudah tidak ada waktu lagi kita untuk berdiam diri dan santai serta
menghabiskan banyak waktu (tidak produktif) di depan gadget dan alat elektronik
lainnya. Kita harus berkontribusi sesuai bidang kita, entah sebagai agamawan,
professional, wirausahawan dan lain sebagaina. Seperti kata Martin Luther King,
Jr yang mengatakan bahwa “Kalian harus menemukan untuk apa kalian
diciptakan, dan kalian harus bekerja tanpa mengenal lelah untuk mencapai
keunggulan dalam bidang usaha kalian. Jika kalian terpanggil untuk menjadi
penyapu jalan, kalian harus menyapu jalan bahkan seperti Michelangelo melukis,
atau Bethoven mengubah music, atau Shakespeare menulis puisi. Kalian harus
menyapu jalan dengan baik sehingga penghuni surga akan berhenti sejenak untuk
mengatakan, disini tinggal seorang penyapu jalan besar yang melakukan
pekerjaannya dengan baik.”
Oleh M. Hasan Suryawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar