Salah
satu damapak dari sistem perekonomian liberalisme-kapitalisme ialah terjadinya
kesenjangan antara si kaya dan si miskin. Ini berarti bahwa orang yang kaya
akan semakin kaya, sedangkan orang yang miskin akan semakin miskin. Pola ini
terus melebar, ibarat dua orang yang sedang berjalan berlainan arah. Orang
pertama berjalan ke arah barat dan yang satunya berjalan ke arah timur. Tentu
keduanya sama-sama saling menjauh dan akan semakin terus menjauh. Inilah ibarat
kesenjangan yang terjadi di alam perekonomian pada masyarakat yang menganut
ideologi liberalisme.
Fenomena
kesenjangan diatas bukan hanya terjadi pada tingkat perekonomian saja, namun
juga terjadi pada banyak elemen masyarakat, salah satunya ialah pada pendidikan.
Tingkat pendidikan seseorang memang dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya
ialah kondisi perekonomian dan kesadaran orang tua tentang pentingnya
pendidikan. Dalam sosiologi pendidikan, pembahsan ini turut menjadi salah satu
bab yang menarik untuk dikaji. Dimana pengaruh taraf pendidikan seseorang
sangat dipengaruhi bukan saja oleh jenis kelaminnya, namun juga kondisi dan
kesadaran keluarga akan pentingnya pendidikan. Taraf pendidikan dapat juga
difahami sebagai tingkatan/jenjang dan kualifikasi pendidikan yang dijalani dan
diperoleh oleh seseorang.
Kondisi
perekonomian tentu diantaranya yang sangat mempengaruhi taraf pendidikan
seseorang. Ekspansi pendidikan untuk anak-anak yang terlahir dari keluarga yang
memiliki perekonomian yang mapan (kaya) tentu akan berbeda dengan anak-anak
yang lahir dari keluarga yang kurang mampu (miskin). Fakta memaparkan bahwa
masalah dana atau uang menjadi masalah pokok di Negara ini. Sehingga
tercetuslah kebijakan-kebijakan seperti dana Bantuan Opersional Sekolah (BOS)
dan banyak program-program beasiswa lainnya yang mana bertujuan untuk
memudahkan dan meringankan biaya pendidikan. Namun hal itu ternyata belum
membantu sepenuhnya tentang masalah biaya pendidikan. Berapa banyak anak-anak
dari kalangan keluarga miskin harus putus sekolah lantaran tidak memiliki biaya
pendidikan. Bahkan ada diantara mereka yang rela berkorban untuk sekolah sambil
bekerja demi menutupi biaya pendidikan. Jika pemerintah menyediakan beasiswa,
maka sangat sedikit dari mereka yang dapat menikmatinya. Hanya anak-anak
tertentu saja yang mendapatkan beasiswa, misalnya yang berprestasi dan miskin.
Bagaimana dengan anak-anak yang memiliki pengetahuna rata-rata namun ingin
melanjutkan sekolah?. Mereka harus gagal dalam tahap seleksi dan harus menunda
untuk melanjutkan sekolah atau kuliah. Siapa kemudian yang ingin membiayai
mereka yang miskin dan belum menjadi orang yang cerdas namun memiliki keinginan
untuk menanjutkan pendidikan ini?. Jawabannya, tidak ada.
Orang
kaya akan menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang setinggi-tingginya.
Ketika ini sudah tercapai maka secara otomatis akan berdampak pada kondisi
perekonomiannya. Kondisi ekonomi yang baik kelak akan digunakan lagi untuk
menyekolahkan anak-anak mereka. Begitu seterusnya. Sehingga hirarki ini akan
terus bersambung. Jika dibandingkan dengan orang miskin, maka orang miskin
tidak akan menyekolahkan anak-anak mereka karena tidak ada biaya. Ini akan
menyebabkan pola pikir anak tidak akan memprioritaskan pendidikan. Pekerjaan
yang di dapat hanya cukup digunakan untuk makan sehari-hari. Kelak ketika ia
sudah menikah dan memiliki anak, maka anaknya akan disuruh bekerja. Alasanya
ialah karena biaya yang besar untuk pendidikan dan kesadaran pentingnya
pendidikan yang tidak ada karena rendahnya pendidikan yang dimiliki.
Pengaruh
lain terhadap rendahnya taraf pendidikan masyarakat ialah dipengaruhi oleh
rendahnya kesadaran masyarakat sendiri tentang pendidikan. Banyak orang tua
yang tidak memperdulikan anak-anak mereka yang berkeinginan untuk melanjutkan
sekolah atau kuliah. Alasan ini memang berdasar kepada banyaknya para sarjana
pengangguran. Realitas ini kemudian mempengarui pikiran orang tua bahwa menjadi
sarjana itu tidak menjamin perekonomian. Mungkin saja orang tua melihat
suksesnya seseorang dari kesuksesan harta benda (matrealisme-hedonisme). Sehingga buat apa kuliah jika tak biasa
memberikan pekerjaan yang membuat seseorang menjadi mapan, lebih baik bekerja,
tentu ini lebih konkrit. Sehingga banyak anak-anak yang kemudian harus bekerja
dan putus sekolah atau tidak biasa melanjutkan kuliah.
Padahal
mengenyam pendidikan atau sekolah ialah bertujuan untuk merubah pola pikir.
Dapat dilihat dan diamati, pola pikir para sarjana dan akademisi jauh lebih
baik daripada orang yang tidak bersekolah. Jika pola pikir baik maka tertatalah
cara berpikir. Hidup akan menjadi lebih baik, budaya akan lebih matang dan akan
melahirkan peradaban yang maju. Kita ambil contoh negara china, hampir lebih
2000 tahun yang lalu mereka membahas etika dan moral kepada sesama manusia.
Bangsa eropa, dapat keluar dari masa kegelapannya (the dark age) karena taraf pendidikan mereka semakin matang.
Begitupun dengan Jepang, setelah tragedi Hirosima dan Nagasaki mereka banyak
bertanya ‘berapa banyak guru yang masih hidup?’. Bagi bangsa-bangsa besar
diatas, pendidikan ialah hal yang sangat berharga, lebih berharga daripada
harta.
Tak
heran jika kedua alasan diatas sangat bertanggung jawab atas kesenjangan taraf
pendidikan yang terjadi saat ini. Padahal hadits Nabi Muhammad SAW tentang
pendidikan atau pentingnya sebuah ilmu ialah ketika seseorang ingin menguasai
dunia ataupun akhirat maka jalan satu-satunya ialah dengan ilmu. Begitu juga
dijelaskan di alam al Qur’an bahwa, derajat orang yang berilmu akan ditambah
sampai beberapa derajat (Al Mujaadilah 11).
Sehingga derajat seseorang bukan ditentukan oleh banyaknya harta yang mereka
miliki, melainkan ditentukan oleh taraf keilmuannya. Merubah pola pikir
masyarakat tentang pendidikan memang tidak mudah, seorang anak harus
pelan-pelan dalam menjelaskan pentingnya arti sebuah pendidikan atau dapat
meminta bantuan kepada guru dan orang yang memahami akan hal ini. Inilah salah
satu cara untuk mengejar ketertinggalan pendidikan dari kalangan orang yang
kaya dan/atau memiliki taraf pendidikan yang tinggi.
Oleh: Muh. Hasan Suryawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar