There
is one quote that will be unmasked behind the title 'Buy Indonesia'
above; "big nation has always underpinned by economic power and private
power." That presumably two elements necessary condition if you want to make Indonesia as a great nation. Indonesia's economic growth rate of 7% on the year, should not be a thing to be proud. How
difficult would it be like if the eye is slightly turned and saw a
country that had once been a period with Indonesia are at the time zero,
namely Japan, which Japan has now become a developed country, not only
in Asia but also the world level. What causes the loss of our dreams about a time when Indonesia has become a major country?.
MENGENAL CINTA
Ada satu pertanyaan yang akan menjadi pokok dari tulisan ini hingga
pada paragraf terakhir. Dari apa Tuhan menciptakan cinta itu?. Karena sejak
nabi Adam diciptakan hingga detik ini, pembahasan mengenai cinta tak pernah ada
habis-habisnya. Ya, cinta tak akan pernah dapat di definisikan, karena kalau
cinta bisa didefinisikan bukan cinta namanya, tapi kalkulus. Cinta hanya bisa
di rasakan atau bisa dikenal namun cinta tak dapat di jangkau oleh alat indra.
Hubungan cinta dengan Tuhan sangat dekat sekali. Karena Tuhan sendiri tak bisa
di definisikan dan hal itu sejalan dengan hakekat cinta sendiri, tak bisa didefinisikan.
Dahulu kala saat imam Syafi’i berumur 9 tahun, beliau pernah
ditanya oleh walinya para ulama. Pertanyaannya sederhana, Dimana Tuhan?. Imam Syafi’ipun
menjawab, ‘Ketika air laut terasa asin di lidah, lalu dimanakah garamnya. Karena
seperti itulah cara kerja Tuhan memposisikan dirinya di tengah kehidupan kita’.
Tuhan tak pernah bisa di definisikan keberadaannya, namun Dialah yang mengatur
semua aktifitas kehidupan di alam semesta ini, Dialah yang menghidupkan semua
makhluk yang ada di alam semesta ini. Dan jika dikaitkan dengan cinta, seperti
itulah saya rasa cara kerja cinta mendefinisikan dirinya. Cinta tak pernah
terlihat, namun semua manusia merasakan keberadaanya. Karena cintalah manusia
bisa saling menjaga, karena cintalah populasi manusia tetap bertahan sampai
sekarang, karena cinta jugalah kita bisa merasakan kasih sayang orang tua.
Cinta merupakan bagian dari Tuhan. Di awal surat al Fatihah Tuhan
telah berfirman “Bismillahhirrahmanirrahim” yang artinya “Dengan
menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang”. Basmalah dalam
arti fundamentalnya adalah semua yang diciptakan oleh Allah SWT pada hakekatnya
memiliki manfaat, tak ada yang sia-sia. Dalam surat pertama nabi Muhammad
diperintahkan untuk iqra’, baca dengan menyebut nama Tuhanmu yang
menciptakan. Karena jika ada surat yang menceritakan zinah atau surat
pembunuhan di dalam al Qur’an, lantas dengan itu kita akan menghina ayat
tersebut, tentu tidak. Jika semua dibaca dengan nama Tuhan, maka ayat-ayat yang
seperti itu akan memberikan hikmah atau ibroh (pelajaran) kepada kita. Dan ayat
semacam ini tetap mulia. Lebih luas lagi, jika kita melihat keburukan-keburukan
di dunia ini maka jangnalah cepat-cepat mengatakan bahwa hal itu buruk dan hina.
Namun bacalah realita-relita itu dengan menyebut nama Tuhan, karena Tuhan tidak
menjadikan keburukakn itu adalah sesuatu yang sia-sia. Jika kita membacanya
dengan nama Tuhan, maka ada pelajaran dan hikmah yang bisa kita ambil.
Kaitannya dengan masalah Tuhan di atas, Saya menemukan ada
kesingkronan antara Tuhan dengan Cinta. Jika di atas saya telah menggambarkan
bagaimana Tuhan menciptakan segala sesuatu tanpa ada yang sia-sia, maka
selanjutnya kita akan melihat bagaimana cara kerja cinta yang sebenarnya. Dalam
konteks ini, cinta yang dimaksud adalah cinta yang alami, cinta yang
benar-benar timbul dari hati manusia. Karena selama ini banyak manusia yang
menjadikan cinta sebagai kedok demi mencapai tujuan-tujuan tertentu, bahkan
tujuan-tujuan tidak terpuji.
Cinta adalah sesuatu yang suci. Ia lahir dari titah Ilahi. Cinta
diciptakan bukan untuk membuat hati manusia tersakiti ataupun untuk membuat air
mata kesedihan. Namun selama ini banyak di antara kita yang selalu menyalahkan
cinta atas kegagalan hubungan yang kita jalani. Ketahuilah, cinta diciptakan
untuk membuat manusia saling menyayangi, untuk saling mencintai, untuk saling
menjaga dan untuk saling melengkapi. Jika kita kehilangan orang yang kita
cintai maka itulah cara cinta memperkenalkan dirinya. Semakin sakit yang kita
rasakan maka semakin kita akan mengenal cinta itu. Di balik sebuah kesedihan,
hati manusia akan mulai menyadari betapa berharga cinta yang ia miliki itu. Begitulah
cara cinta mendidik hati manusia. Agar manusia lebih menghormati hubungan cinta
selanjutnya, entah dengan cinta yang sama atau cinta yang lain. Inilah lagi sekali
saya katakan, cara cinta memperkenalkan keberadaanya. Tanpa kegagalan dalam
hubungan percintaan, kita tak akan pernah bisa merasakan keberadaan cinta.
Namun tak sedikit di antara mereka yang telah mengenal cinta tanpa
melalui kegagalan dalam suatu hubungan percintaan. Orang yang mengenal cinta
akan senantiasa menjaga cinta yang ia rasakan. Menjaga dari hal-hal maksiat dan
menjaga dari hal-hal yang tak patut dilakukkan oleh dua insan yang belum terikat
tali pernikahan. Cinta sejatinya menginginkan hal–hal seperti itu. Jika kita
melanggarnya, berarti kita belum mengenal arti cinta yang sebenarnya, maka
jangan heran kemudian Cinta memperkenalkan dirinya dengan kehilangan atau
kegagalan dalam menjalani suatu hubungan. Karena seperti apa yang telah
tuliskan di atas tadi bahwa cinta merupakan titah Ilahi yang suci dan jauh dari
perbuatan-perbuatan buruk.
Kenali sendiri cinta itu, jangan sampai ia memperkenalkan dirinya
sendiri, karena ada tangisan disana, tapi itu demi kebaikan kita, agar kita
mengenal apa itu cinta. Terima kasih pada seseorang yang telah membuat saya
mengenal dalam arti sebuah cinta yang sesungguhnya.
Artikel By: Hasan Suryawan
Mahasiswa Jurusan PAI di UIN Maliki Malang
MENGENAL MANUSIA LEBIH DEKAT
Tuhan telah menciptakan berbagai macam bentuk dan jenis makluk di
muka bumi ini. Makhluk-makhluk itu tersebar mulai dari alam dunia, alam jin
sampai ke alam yang tidak terjamah oleh indera manusia. Semua itu merupakan
tanda-tanda kekuasaan Allah SWT sebagai dzat yang Esa dan Maha Kuasa. Di alam
dunia saja atau lebih akrab kita sebut sebagai alam nyata bagi prespektif
indera manusia, terdapat banyak jenis makhluk hidup hasil ciptaan Allah SWT, mulai
dari yang namanya manusia, hewan, tumbuhan dan lain sebaginya. Namun disini,
Manusia memegang peranan penting bagi jalannya kehidupan di muka bumi ini
seperti apa yang telah di nas-kan di dalam al Qur’an. Manusia dengan
kelebihan akal yang dimilikinya telah diangkat oleh Allah SWT menjadi khalifah,
bukan hanya bagi sesama manusia tetapi juga menjadi khalifah bagi alam. Ini
berarti bahwa dalam kekhalifahannya manusia harus memperhitungkan aspek alam
sebagai salah satu komposisi struktural dari kepemimpinannya. Dimana dalam
mengeksplor kekayaan alam, manusia hendaknya mempertimbangkan keadaan alam itu
sendiri. Bukan malah membuat kerusakan di hutan-hutan akibat dari pembabatan
yang rakus, atau mengeksplor hasil SDA secara berlebih-lebihan hingga
menimbulkan polusi bagi udara sekitar.
Dalam penciptaannya manusia adalah makhluk yang berbeda dengan
makhluk-makhluk lainnya. Dengan pembedaan yang seperti itulah, manusia
terkadang bisa memiliki drajat yang tertinggi di sisi Tuhannya di bandingkan
dengan makhluk-makhluk lain, bahkan dengan Malaikat sekalipun. Namun manusia
juga bisa menjadi makhluk yang paling hina di antara makluk-makhluk lainnya,
bahkan melebihi rendahnya binatang. Dari penjelasan di atas setidaknya kita
bisa menemukan definisi bahwa manusia merupakan makhluk yang flexible baik
dalam sudut pandang zohir ataupun batin. Ketika perbuatan-perbuatan
manusia tetap pada jalan yang benar maka manusaia semacam ini lebih mulia
ketimbang malaikat, karena dalam kenyataannya manusia menghadapi banyak
rintangan dalam mempertahankan jalan kebaikan yang ia jalani. Manusia mempuyai
hawa nafsu yang terus membayangi dan menyulitkan segala perbuatan baik yang
akan di lakukkan. Beda halnya dengan malaikat yang tidak memiliki hawa nafsu,
sehingga malaikat dalam ibadahnya tidak mendapatkan kesulitan sedikitpun. Di sisi
lain manusia akan lebih rendah drajatnya dari bintang jika ia berbuat hal-hal
yang sama dengan perbuatan binatang. Mengapa tidak sama darajatnya dengan bintang
padahal perbuatan yang manusia lakukkan berbobot sama dengan binatang. Jawabannya
adalah karena binatang tidak memiliki akal yang bisa digunakan untuk membedakan
hal yang baik dan hal yang buruk, sedangkan manusia memilikinya.
Jika kita berfikir sederhana, sebenarnya apa yang membedakan antara
hewan dan Manusia. Dalam perkuliahan psikologi pendidikan islam, Prof. Dr. H.
Baharuddin menjelaskan bahwa yang membedakan manusia dengan hewan adalah cara
pandang keduanya dalam hal melihat sesuatu. Manusia melihat semua yang ada di
sekitarnya sebagai barang mentah sedangkan binatang melihat semua yang ada di
sekitarnya sebagai barang yang jadi. Pernah tidak binatang berfikir untuk
memasak daging yang ia dapatkan sebelum ia memaknnya. Atau pernahkan kita
melihat binatang pergi ke kantor KUA untuk mengurus surat perkawinannya sebelum
ia melakukkan hubungan sexual. Hal semacam itu terjadi karena memang binatang
melihat semua yang ada sebagai barang jadi. Ia akan langsung memakan daging
hasil buruannya, atau ia akan langsung melakukkan hubungan sexual jika bertemu
dengan lawan jenisnya. Lain halnya dengan Manusia. Manusia melihat semua yang
ada di sekitarnya sebagai barang yang masih mentah. Pernahkah kita melihat
manusia (dalam konteks manusia normal pada umumnya) langsung memakan daging yang
ia dapatkan. Tentu manusia akan mengolahnya terlebih dahulu, entah dengan memasaknya
ataupun dengan memanggang daging itu. Manusia yang sesungguhnya tidak akan mencicipi hal-hal
yang masih dalam kondisi mentah, seperti melakukkan hubungan suami isteri
sebelum menikah karena menurut proses manusia secara lahiriah bahwa hal semacam
ini masih mentah dan memerlukan pengolahan sebelum menikmatinya. Cara pengolahannya
adalah pergi ke KUA untuk mengurus surat perkawinan dan melakukkan akad
pernikahan sesuai aturan dalam islam. Barulah ia akan matang dan siap di
sajikan.
Dalam hakekatnya, manusia terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan
rohani. Ketika jasmani menderita maka terkadang mulut akan mengeluarkan suara
sebagai output dari rasa sakit itu, maka suara itu di sebuat sebagai
suara rohani. Kedua unsur itu seperti mobil dan sopirnya. Mobil di ibaratkan
sebagai jasmani dan rohani di ibaratkan sebagai sopir. Mobil akan berjalan sesuai dengan
apa yang di kehendaki sang sopir. Maka sebagai sopir tentu hati harus
benar-benar mengetahui kemana tujuan jasmani yang ia kemudikan. Bukan hanya
itu, hati juga harus mengerti jalan menuju tujuan yang hendak ia capai. Jalan tentu
sangat banyak, berliku-liku, berkelok-kelok, jika tak tahu arah bisa saja ia
akan jatuh ke jurang. Maka hati perlu petujuk arah, atau dalam teknologi
canggih pada saat ini di sebut sebagai GPS. Hati perlu GPS yang akan memandunya
ke arah yang hendak ia capai. GPS-nya bisa kita download di www. Alqur’an
dan As sunnah Nabi SAW Com. Jangan permasalahkan orang yang menempuh jalan
yang berbeda dengan kita selama ia tetap tertuju pada satu tujuan akhir yang di
tunjukkan oleh GPS, tujuan itu adalah Ridho Allah SWT.
Semoga buah pikiran ini menjadi titik balik agar di setiap
perjalanan hidup kita di dunia ini, kita senantiasa menggunakan GPS al
qur’an dan as Sunnah. Agar kita sebagai manusia mengetahui tujuan akhir dari kehidupan
yang harus kita capai. Inilah secuil rahasia tentang arti kehidupan Manusia di
dunia ini. Wallahualam bissawab..
Artikel by Hasan Suryawan
Mahasiswa Jurusan Pend. Agama Islam UIN Maliki Malang
MARI BERMUHASABAH
Seperti yang telah kita ketahui
bersama, manusia kini hidup tak bisa lagi mengawasi dirinya sendiri. Padahal
setiap jum’at, khatib selalu mengingatkan agar kaum muslimin senantiasa
meningkatkan kualitas ketakwaannya. Banyak definisi dari ketakwaan. Salah satu
yang di jelaskan dalam al Qur’an adalah takwa berarti menyadari setiap apa yang
telah kita kerjakan. Manusia yang bertakwa adalah manusia yang senantiasa
setiap harinya bermuhasabah, dalam artian bahwa ia selalu menyediakakn waktu
untuk merenungi apa yang telah ia kerjakan selama satu hari, baik itu perbuatan
baik ataupun perbuatan buruk. Saat malam hari, manusia yang bertakwa akan
selalu bermuhasabah, mengingat apa yang telah ia kerjakakn. Apakah
perbuatan-perbuaan itu sudah sesuai dengan syari’at islam atau malah sebaliknya
bertentangan dengan syari’at islam. Di saat pagi haripun, ia akan senantiasa
meluangkan waktunya untuk mengevaluasi diri dan bermuhasabah tentang apakah
yang harus dikerjakan agar hari ini lebih baik dibandingkan dengan hari
kemarin.
Bermuhasabah juga berarti menghitung.
Menghitung segala perbuatan kita sangat penting. Karena jika kita sudah
melakukkan hal tersebut maka kita secara tidak langsung akan menemukan kesalahan
yang telah kita kerjakan, setelah itu ditindak lanjuti dengan penyadaran dari
lubuk hati yang terdalam dan selanjutnya dibarengi dengan permohonan ampunan
kepada Allah SWT. Inilah yang kemudian sesuatu yang harus kita biasakan. Umar
bin Khattab pernah berkata, “hitunglah segala perbuatanmu selama kamu di dunia
sebelum semua perbuatanmu di hitung di hari perhitungan nanti.” Jika itu bisa
kita lakukkan, beban dosa dan kesalahan kita di akhirat nanti akan berkurang
karena kita sudah menghitung kesalahan-kesalahn itu sewaktu masih berada di
dunia dan meleburkannya dengan permohonan ampun kepada Allah SWT.
Dalam surat al Zalzalah ayat 7 dan 8
Allah telah berfirman yang artinya “Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya.” “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” Menurut sebuah tafsir, dalam ayat
ke tujuh ini, dijelaskan bahwa jika orang kafir melakukkan kebaikan maka ia
akan langsung dibalas oleh Allah SWT, walaupun kebaikan itu hanya sebesar
dzzarahh. Allah tidak mau balasan dari kebaikan itu tersisa sampai ke hari
perhitungan atau yaumul hisab. Sehingga orang yang kafir akan menerima semua
balasan atas kebaikan yang ia perbuat di dunia ini. Justru dalam ayat
selanjunya di jelaskan bahwa jika kaum muslimin mengarjakan suatu kejelekan,
maka ia seharusnya menyadarinya dan bergegas untuk memohon ampun kepada Allah,
walupun keburukan itu hanya sebesar dzzarah. Hal itu di maksudkan agar ia tidak
membawa dosa atas keburukan-keburukannya yang telah ia kerjakan ke hari perhitungan.
Subhannallah, inilah solusi yang
di tawarkan agama agar kita setidaknya terbebas dari pengawasan eksternal di luar diri kita. Bermuhasabah membawa segudang manfaat
dan menyadarkan diri akan tujuan hidup kita ini di dunia. Jika setiap hari kita
bisa bermuhasabah, kita tentu akan tahu apa saja kesalahan yang pernah kita perbuat
lalu kemudian memohon ampun kepada Allah SWT. Atau mungkin juga kita akan
menyadari hal-hal bermanfaat apa yang telah kita perbuat yang kemudian
melakukkan hal yang lebih baik dari itu, atau minimal mempertahankannya.
Wallahua’lam Bissawab..
Artikel by: Hasan
Suryawan
Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Agama Islam UIN Maliki Malang
TOURING BERSAMA SUPERHERO
Sore itu persiapan touring sudah hampir selesai aku kerjakan. Semua
pakian, mulai dari baju, celana dan tak lupa surat-surat berharga lainnya sudah
aku masukkan ke dalam ransel. Keperluan touring pun sudah ku persiapkan
jauh-jauh hari untuk kami gunakan nanti malam. Ya, touring kali ini aku akan
ditemani bapak seorang diri. Aku sengaja tak ikuti jadwal rombongan touring
lainnya karena aku tahu bapakku tak bisa lagi berada di atas kendaraan dengan
berkecepatan tinggi. Kami mungkin akan lebih menikmati pesisir laut selatan
pulau bali yang terbentang dari kecamatan Antap sampai kabupaten Negara sejauh
125 kilometer. Dimana kami akan melewati sedikit hutan di daerah Lalanginggah,
kemuadian melewati Djembrana, Banjar Tengah, Belimbing Sari, Melaya hingga
Gilimanuk. Bagiku ini touring yang kesekian kalinya namun bagi bapakku ini
adalah touring yang pertama kalinya sejak 24 tahun terakhir, karena memang dulu
beliau adalah seorang pecinta touring. Kini usia dan kesibukan setidaknya telah
memisahkan beliau dari hobinya tersebut. Namun dalam waktu beberapa jam lagi
beliau akan merasakan kembali saripati kenikmatan touring yang dulu pernah
beliau rasakan. Menaklukkan jalanan dari kota Mataram hingga kota Malang sejauh
535 kilometer setidaknya cukup untuk menyegarkan dahaga touring bapakku, amazing.
Pukul 05:30 sore dua orang temanku, Takwim dan Yedi menyempatkan
diri untuk datang berpamitan ke rumahku. Kami bercengkrama seru serambi
mengingat tempat-tempat indah yang telah kami taklukkan. Tanjakan paling terjal
dan jalanan paling menantang di pulau Lombok ini sudah semua kami jajali
bersama. Kami memiliki komunitas pecinta touring yang dulunya terbentuk di sebuah
tempat karauke di daerah Mataram Mall, tempat itu bernama NAV. Komunitas ini
beranggotakan inti Aku, Takwim, Yedi, Ika, Linda, Harianti Fatmala dan Honey. Setiap
kali kami touring biasanya ada anggota-anggota tambahan lain yang ikut bersama
kami. Inilah cara kami melewati liburan panjang di akhir masa perkuliahan dan
sekarang semua itu menjadi nostalgia yang kami balut di dalam perbincangan
hangat bertiga di dalam kamarku.
Selesai sahalat magrib aku mengajak mereka berdua untuk
menghabiskan waktu terakhir bersamaku di sebuah tempat yang berada di persimpangan
pasar di desaku. Sampai tiba kami harus bersalaman sebagai tanda perpisahan
sekaligus harapan semoga liburan semester depan kami masih bisa bertemu
kembali. Akupun kembali ke rumahku untuk melaksanakan shalat isya’.
Setelah shalat Isya’ dan sahalat sunnah musafir, tepatnya pukul
08;30 Aku dan bapakku harus memulai touring ini. Segera aku mencari ummi di
dapur untuk bersalaman pamit, harupun tak bisa di hindari. Beliau kemudian
memelukku dengan erat seolah tak mau melepaskan anak ketiga satu-satunya ini. Akupun
harus melepaskan pelukan itu dengan sedikit paksaan.
Kami segera meluncur ke arah pelabuhan lembar dengan joki pertama
yang di ambil alih oleh bapakku. Kecepatan yang beliau gunakanpun sangat rendah
dibandingkan dengan kecepatan yang biasa aku gunakan. Sesampai di pelabuhan
kami langsung mendapatkan kapal yang akan kami gunakakn untuk menyebrang ke
pelabuhan Padangbai. Kami akan menghabiskan waktu sekitar 4 jam di atas lautan,
karena aku tahu cuaca pada saat itu sangat tenang dan bersahabat.
Di dalam kapal aku menyarankan bapak untuk beristirahat karena perjalanan
masih sangat jauh yang akan kami tempuh. Di dalam kapal aku mencari tempat
untuk menyendiri. Dan pilihanku jatuh di bagian pinggir dek kapal serambi
melihat riuhnya air laut dan kedap-kedip bintang yang aku lihat seperti
linangan air mata ummiku saat aku berpamitan tadi. Seorang pria paruh baya
berjalan menuju ke arah tempat aku berada. Ia terlihat seorang diri dalam
perjalanannya. Mungkin aku akan menjadi teman bicara yang baik untuk 3 jam ke
depan. Setelah berkenalan kami kemudian berbincang-bincang kecil. Aku
memancingnya dengan pertanyaan-pertanyaan kecilku. Dan itu membuat ia larut
menceritakan semua tentang kehidupannya, bahkan menceritakan bahwa dirinya kini
seorang pemakai obat-obatan terlarang. Ia seorang lelaki yang malang, berasal
dari kota Surabaya dan merantau ke Kota Mataram sebagai tukang bangunan. Ia
sendiri pergi ke Surabaya hanya gara-gara ibunda tercintanya meninggal dunia.
Aku terharu mendengar ceritanya dan hanya mendengar dengan sedikit anggukkan
dari kepalaku sebagai bentuk empati terhadap semua masalah yang di hadapinya.
Aku seketika itu mengingat ummi, doa langsung kupanjatkan dalam hati agar Tuhan
memberikan umur kepada ummi sehingga kelak beliau dapat melihat kesuksesaan
anak yang ia sedihkan kepergiannya malam ini.
Tak terasa 3 jam berlalu, kapal yang aku tumpangi akan segera
merapat ke dermaga Padangbai. Alaram kapal berbunyi sangat keras seperti alaram
di asramaku dulu saat membangunkan semua mahasiswa untuk melaksanakan shalat
subuh berjama’ah. Bapakpun kembali menjadi joki untuk menaklukkan rute hingga
kota Denpasar. Start pada pukul 01:30, kami menempuh perjalanan itu salama
kurang lebih satu jam. Melewati pesisir selatan pulau Bali yang mana jalur ini
adalah jalur bay pass. Angin pantai malam tak henti-hentinya mencoba
untuk melumpuhkan badan bapak. Begitupun aku di belakang, terasa sangat dingin
sekali. Aku berkali-kali menawarkan agar aku yang menjadi joki, tapi bapak
selalu mengatakan bahwa ia masih kuat. Namun tetap saja aku merasa bersalah
karena hanya duduk manis di belakang.
Tak terasa akhirnya kami tiba di kota Denpasar. Kali ini kami akan
melewati Denpasar dari arah selatan, dari persimpangan menuju ke sanur kami mengambil
arah kanan hingga ke Peguyangan. Dari sana kami akan langsung ke arah Tabanan.
Setelah 3 jam di perjalanan akhirnya kami istirahat di daerah Tabanan. Suasana
jalanan sangat sepi, hanya di lewati beberapa truk kontener besar dan para
pecandu touring seperti kami. Di pinggiran jalan itulah kami beristirahat
sambil membuka bekal yang kami bawa. Aku melihat wajah bapak terlihat agak
keleahan tapi terlihat sedikit terobati dengan rasa kepuasan karena kota Denpasar
telah kami lewati. Usai beristirahat, giliran aku akan menjadi joki kali ini.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 3 malam dimana suhu terasa sangat dingin.
Baru saja aku memulai perjalanan, badanku sontak mengigil karena dingin yang
begitu menusuk. Bapakpun mendekap kedua tangnnya ke arah dadaku dan hal itu
setidaknya membuat badanku menjadi lebih hangat.
Dari Tabanan kami melucur ke arah Antosari, kemudian Antap,
Lalanginggah, hingga Pekutatan. Di daerah pekutatan inilah kami kembali
memutuskan untuk beristirahat di sebuah masjid sambil menunggu adzan subuh yang
akan tiba beberapa menit lagi. Selesai jama’ah subuh dan sarapan pagi, kami
berdua harus kembali melanjutkan tourung ini. Kali ini bapak kembali manjadi
joki untukku. Terasa sedikit lebih dingin dibandingkan dengan suhu pada tengah
malam tadi, namun kami tetap menembus jalanan untuk menuju ke pelabuhan Gilimanuk.
Satu persatu kecamatan di pesisir selatan pulau Bali kami lewati,
mulai dari Djembrana, Banjar tengah, Banjoebiroe, Banyubiru, Tuwed,
Belimbingsari, Pangineoman, dan akhirnya kami tiba di pelabuhan Gilimanuk pada
pukul 8 pagi. Semalaman suntuk kami menghabiskan waktu menaklukkan pulau Bali
dan ini merupakan pengalaman pertama bapakku. Aku melihat beliau sudah sangat
kelelahan. Jika ada pintu kemana saja milik Doraemon, ingin rasanya menyuruh
beliau kembali ke rumah dan biarlah aku sendiri yang akan menyelesaikan touring
ini.
Sesuai MoU ku dengan Bapak, kali ini dari Kota Banyuangi akulah
yang akan menjadi joki sampai ke kota Malang. Menempuh jarak sekitar 8 jam
hingga pukul 5 sore membuat touring ini akan terasa beda karena aku akan
menjalaninya dengan kecepatan rendah, hanya 60 kilometer per jam saja.
Setelah kapal yang kami tumpangi menyandar aku sudah tidak sabar
ingin menaklukkan Banyuangi-Malang untuk Bapakku. Tanpa membuang banyak waktu,
kami langsung memulai touring ini. Melewati Ketapang, Bangsiring, Wongserejo, Sidodadi,
Bajulmati, Sumberanyar, sampai ke Banyuputih. Di tempat inilah kemudian kami
memutuskan untuk beristirahat di sebuah warung kopi milik seorang nenek yang
berdagang seorang diri. Tak ada yang satupun yang masuk ke dalam warung ini kecuali
hanya kami berdua. Aku dan bapak segera meneguk minuman hangat yang baru saja
di antarkan oleh nenek itu karena kami sangat haus. Kubuka aplikasi Latitude
dalam ponselku, ternyata posisi kami masih di bagian ujung timur pulau jawa.
Sedangkan jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas. Aku sedikit tak ragu
jika kami akan sampai di Kota Malang sebelum matahari terbenam.
Setelah badan kami terasa sedikkit bugar, kami langsung bergegas
melanjutkan perjalanan. Kali ini bukan hawa dingin yang akan kami tembus,
melainkan hawa panas pesisir utara (pantura) pulau jawa. Jarum jam perlahan
mendekati posisi vertikal, panaspun perlahan terasa begitu menyengat dan
melelehkan setiap butiran keringat yang ada di kulit kami yang baru tadi malam
beku oleh suhu dingin. Lain halnya dengan perjalanan malam tadi, dimana aku
melihat bibir bapakku agak biru karena hawa dingin, naman sekarang wajahnya agak
berminyak karena hawa panas yang begitu menyengat. Aku sangat kasian melihat
beliau, kekuatan touring di masa mudanya kini sudah pudar. Ditengah terik matahari
di siang bolong yang sangat menyengat, kami mengeksekusi kilometer demi
kilometer dengan sabar. Melewati Arjasa, Kapongan hingga kota Situbondo.
Bapakku seringkali bertanya tentang berapa kilometer lagi kita akan sampai ke
kota Malang. Aku selalu menjawabnya dengan sabar “tinggal sebentar pak”.
Inilah trik seorang pelancong bilamana salah satu anggota baru yang tak tahu
jarak yang harus di lewatinya kemudian merasa resah karena tak kunjung di
lewatinya. Aku tahu dulu beliau mempunya cerita touring yang sangat
menakjubkan, menaklukkan jalanan hingga ke Ibu Kota Jakarta. Waluapun saat itu
beliau sempat menggunakan kereta, seperti yang pernah beliau ceritakan. Namun
lagi sekali kukatakan itu dulu, 30 tahun silam. Sekarang pengalaman-pengalaman itu sudah pudar di dalam
hidupnya, seperti sebuah mimpi yang hanya di ingat samar-samar saja.
Setelah Kota Situbondo kami lewati kamipun harus melewati
kabupatennya yang sangat panjang. Menembus Panarukkan dengan hawa yang sangat
panas, Bungatan, Melandingan, hingga Besuki. Kemudian kami memutuskan untuk
transit di sebuah Mushalla yang berada di area sebuah pom bensin.
Tak butuh waktu lama, setelah kami merasa sedikit segar dan bugar
kami melanjutkan perjalanan menembus kabupaten Situbondo yang sangat panjang
ini. Satu jam di perjalanan kami tiba di Bhinar dan setengah jam lagi kami akan
melewati Paiton, perbatasan antara kabupaten Situbondo dan Probolinggo. Di
daerah paiton ini juga kami melewati pebangkit listrik tenaga uap yang begitu besar
dan tinggi. Bapakku tercengang melihatnya, karena pembangkit ini adalah
pembangkit yang baru di bangun beberapa tahun lalu dan dulu tidak ada, jelas
beliau. Kamipun beristirahat di rindangnya pepohonan di pinggiran megahnya
pembangkit listrik itu. Kulihat kembali wajah bapakku yang sekarang menjadi
kusam. Aku sangat kasian melihat beliau. Aku seketika itu berdoa kepada Tuhan
agar senantiasa memberikan kekuatan kepadanya. Haru melanda perasaanku di bawah
rimbunan sejuk pepohonan itu. Namun aku merasa bangga mempunyai bapak seperti
beliau yang mana setiap tetesan keriangatnya tersimpan ketulusan kasih sayang
untuk anak-anaknya. Dan aku yakin keringat-keringat itu akan menjadi saksi
ketulusannya nanti di hadapan Tuhan.
Dengan antusias kami melanjutkan perjalanan melewati Tongas,
Nguling, Alas Tingo, Lekok, Rejoso, Kepel hingga pada akhirnya kami tiba di
kota Pasuruan. Jarum jam sudah hampir memasuki waktu ashar namun aku memutuskan
untuk tetap melanjutkan perjanan dan berjanji kepada bapak untuk membawanya ke
kabupaten Malang sebelum waktu ashar habis. Dari pasuruan kami langsung menuju
ke arah selatan dari Sambisirah, Wonorejo hingga pertigaan Purwosari.
Setengah jam ke arah selatan akhirnya kami tiba di Kabupaten Malang
dan menyempatkan untuk shalat ashar di sebuah masjid di pinggiran kecamatan Purwodadi.
Hingga kami tiba di kota Malang pukul 5 sore. Kami langsung transit di tempat
penginapan di dekat kampusku. Malamnya kami beristirahat setelah sehari semalam
mengeksekusi jalan sejauh 535 kilometer. Besoknya aku mengajak beliau untuk berkeliling
di sekitaran kampus UIN Maliki Malang. Dan hari berikutnya beliau sudah harus check
in ke Kota Mataram.
Inilah touring terindah dalam sejarah trip perjalananku menampaki
setiap sudut eksotika yang di tawarkan alam. Sebuah kepuasan yang tak bisa di
gambarkan karena trip kali ini ditemani seorang superhero, ia adalah Bapakku.
Story By: Hasan Suryawan
Mahasiswa jurusan Pendidikan Agama IslamUIN Maliki Malang
ILMU PENGETAHUAN SEBAGAI JALAN MENJADI MAKHLUK PALING SEMPURNA
Banyak riwayat yang menerangkan tentang kejadian manusia.
Pembahasan tentang masalah itu tidak akan habis-habisnya dibahas baik dalam
tafsir-tafsir yang di buat oleh para mufassir klasik dan kontemporer ataupun
dalam kitab-kitab ulama terdahulu. Ada hikmah luar biasa yang mungkin bisa kita
temukan dalam kisah-kisah itu yang selanjutnya bisa kita gunakan sebagai
pelajaran dan pedoman untuk menjalani kehidupan kita dimasa kini.
Iblis diciptakan oleh Allah SWT dari api dan Malaikat diciptakan
dari cahaya, namun lain halnya dengan manusia yang diciptakan oleh Allah SWT
hanya dari tanah liat. Tentu kita tahu bahwa manusia diciptakan dari bahan yang
paling rendah dibandingkan dengan bahan-bahan makhluk lainnya. Saat semua
makhluk terdahulu seperti Iblis dan Malaikat diperintahkan Allah SWT untuk bersujud
kepada nabi Adam, maka dengan angkuh Iblis menolak perintah itu. Iblis merasa
lebih mulia karena ia diciptakan dari api. Namun lain halnya dengan Maliakat
yang senantiasa menjalankan perintah Allah SWT dengan ikhlas. Di saat nabi Adam
diperintahkan Allah SWT untuk tidak mendekati buah khuldi maka Iblis dengan
liciknya menghasut nabi Adam untuk mendekatinya. Ajakan pertama Iblispun di
tolak mentah-mentah oleh nabi Adam. Tapi iblis tidak habis akal, ia mensiasati
nabi Adam untuk mengambilkan buah itu dan menyuruh nabi Adam untuk memakannnya
karena hasut iblis, Allah hanya memerintahkan untuk tidak mendekati saja
sedangkan untuk memakannya diperbolehkan. Dismping itu juga iblis mengatakan
bahwa buah khuldi adalah buah kekekalan dimana jika nabi Adam memakannya maka
ia akan kekal bersama Siti Hawa di surga. Inilah hasutan-hasutan Iblis kepada
nabi Adam sehingga nabi Adam dan Siti Hawa akhirnya tergoda dan melanggar
perintah Allah tersebut.
Di saat nabi Adam dan Siti Hawa memakan buah khuldi maka Allahpun
murka dan melempar keduanya ke atas bumi. Dalam pengasingannya, diceritakan
dalam suatu tafsir bahwa nabi Adam selalu membaca doa “robbana zolamna
anfusana wa’illam tagfirlana watarhamna lanakunanna minal khosirin”. Doa itulah
yang selalu diamalkan oleh nabi Adam dan pada akhirnya beliau di maafkan oleh
Allah SWT sekaligus di angkat menjadi khalifah di atas muka bumi.
Malaikatpun cemburu dengan pengangkatan itu dan mengajukan protes kepada Allah
SWT bahwa ia bisa bertasbih selama ia diperintahkan oleh Allah dan manusia
belum tentu bisa menjalankannya. Namun ketahuilah, Malaikat tidak bisa
membangun ilmu pengetahuan seperti apa yang manusia bisa lakukkan. Inilah salah
satu maksud dari jawaban Allah SWT “aku mengetahui, apa yang kamu tidak
ketahui”.
Ada yang menarik untuk dibahas tentang pengangkatan nabi Adam
sebagai khalifah di muka bumi. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Allah SWT
sebelumnya telah menciptakan Malaikat, Jin, dan Iblis, namun kenapa manusialah
yang diangkat?.
Kita mungkin tahu bahwa akal manusia menjadi nilai plus dalam
struktur penciptaan manusia. Namun bukan akal sebenarnya yang menjadi penting
dalam hal ini, melainkan manusia memiliki kelebihan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuannya yang selanjutnya akan digunakan untuk menata semua urusan
kehidupannya di atas muka bumi ini. Inilah yang menjadi sebab mengapa malaikat,
iblis dan makhluk Allah lainnya diperintahkan untuk bersujud kepada manusia.
Kita mungkin sepakat bahwa iblis tidak mau bersujud karena ia diciptakan dari
api dan manusia diciptakan dari tanah, namun dalam prespektif lain dijelaskan
bahwa iblis tidak mau bersujud kepada manusia juga dikarenakan Iblis mengaku
lebih senior ketimbang manusia. Ia merasa fanatik terhadap golongannya sendiri
dan tidak peduli bahkan meremehkan golongan lain. Disamping itu juga Iblis
memang tidak mencintai ilmu pengetahuan.
Untuk itulah, agar manusia menjadi makhluk yang mulia melebihi
mulianya malaikat, maka manusia harus mengembangkan ilmu pengetahuan. Memiliki
akal saja kadang-kadang kita masih berbuat seperti binatang karena akal tidak bisa
menjamin baiknya kehidupan manusia, yang bisa hanyalah pengetahuan.
Jika kita terfokus hanya untuk mengumpulkan harta maka sama halnya
terperangkat dengan iming-iming iblis ketika ia mengatakan buah khuldi adalah
buah kekekalan. Kita hanya terfokus mencari harta namun lupa denga ilmu
pengetahuan.
Jangan memperdulikan orang-orang yang mengatakan kuliah belum tentu
dapat pekerjaan. Karena orang yang seperti itu tidak lain hanyalah perwujudan
setan yang nyata. Tugas kita hari ini adalah tolabul ilmi. Mengumpulkan ilmu
sebanyak-banyaknya sebagai suatu kewajiban terhadap perintah Allah SWT agar
kelak kita bisa menjadi khalifah yang baik di muka bumi ini. Urusan pekerjaan
adalah urusan Allah, jangan sekali-kali menghabiskan waktu kita hanya untuk menata
tiga, empat atau lima tahun ke depan. Karena banyak diantara kita yang hanya
senang melakukkan hal diatas namun lupa dengan kewajibannya menuntut ilmu yang
pada hakekatnya melalui tolabul ilmilah harapan, cita-cita, dan
angan-angan dimasa depan akan terwujud.
Samangat untuk teman-teman dalam menempuh ajaran baru dalam dunia prostitusi
intelektual kita. Ingat niat, ingat juga kelak kita akan kembali ke kampung
halaman kita masing-masing dan siap untuk memberikan penerangan bagi kelamnya
ilmu pengetahuan di tengah-tengah masyarakat kita, yang mana hal ini juga akan
membanggakan keluarga lebih-lebih orang tua kita. Atau jika tidak, kita hanya
menjadi cibiran di tengah-tengah masyarakat. Inilah dua kenyataan yang sangat
kontras yang harus dipilih oleh para perantau ilmu.
Artikel By: Hasan Suryawan
Mahasiswa Jurusan Pend. Agama Islam UIN Maliki Malang
IBADAH UNTUK MENCARI RIDHO ALLAH SWT
Setelah saya pulang dan menginjakkan kaki di rumah tercinta, saya
tentu seperti orang asing. Mata saya melirik kesana kemari, melihat segala
sesuatu yang sudah berubah. Entah bangunan-bangunan baru, warna rumah tetangga
yang berubah, bahkan manusia-manusia baru yang ada, alias anak-anak balita
hasil perkawinan teman-teman saya. Padahal saya hanya meninggalkan desa selama
beberapa bulan saja. Namun peradaban manusia sungguh sangat cepat berkembang.
Hal ini sejalan dengan dengan teori tentang manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, dimana pada zaman dahulu manusia hidup secara nomaden di gua-gua,
dilanjutkan dengan hidup menetap, setelah itu mengenal kehidupan sosial di
tengah-tengah lingkungan masyarakat, termasuk perkembangann dari kehidupan
tradisional hingga kehidupan modern seperti saat sekarang ini merupakan satu
bukti bahawa manusia adalah mahluk yang berbudaya. Perubahan akan terus di
lakukkan oleh manusia menuju yang lebih baik. Namun ada yang mengganjal di hati
kecil saya ketika teori tentang perubahan yang dilakukkan manusia sangat lambat,
bahkan bisa dikatakan sebagai sebuah kemunduran saat kita melihat peradaban itu
pada sisi keagamaan. Arus globalisasi tentu telah membunuh peradaban manusia
dalam hal keagamaan ini.
Rumah saya kebetulan berada tepat di depan sebuah Mushalla. Suatu
hari ketika waktu shalat telah tiba, saya menyempatkan diri untuk shalat
berjamaah disana. Dan hal menarik yang saya lihat sebelum memulai shalat adalah
ketika saya melihat jama’ah yang hadir persis seperti yang dulu, tidak lebih
dan tidak kurang seperti yang saya lihat beberapa bulan yang lalu sebelum saya
berangkat ke kota Malang. Jama’ah itu terdiri dari seorang imam, dan lima
makmum serta satu jamaah baru. Dan rata-rata umur merekapun sudah mencapai 50
tahun keatas. Itupun satu jama’ah baru yang ada disana, seperti yang
diceritakan orang-orang, beberapa minggu lalu ia terkena diabetes dan
penyakit-penyakit lainnya, sehingga mungkin karena faktor itu dia rajin ke Mushalla
untuk shalat berjamaah. Apa itu sebuah bentuk persiapan jika sekiranya malaikat
datang untuk menjemputnya, atau mungkin sebuah pendekatan kepada Tuhan agar
penyakit-penyakitnya disembuhkan. Wallahhua’lam, hanya Tuhan yang tahu hal itu.
Namun ada satu pertanyaan mendasar ketika saya melihat jumlah jama’ah yang ada
disana bahwa, sebenarnya apa yang menyebabkan teori peradaban manusia tidak
berlaku di dalam kancah keagamaan. Mungkin salah satu sebab yang melatarbelakangi
semua itu adalah pemahaman mereka tentang pembagian prioritas antara
kepentingan dunia dan kepentingan di akhirat.
Orang-orang cenderung memiliki paradigma yang negatif dalam
mengkolaborasikan antara kehidupannya di dunia dengan persiapan di kehidupan di
akhiratnya nanti. Di masa muda mereka lebih suka bersenang-senang dan
foya-foya. Mereka sering menyampaikan perkataan, “sekarang di masa muda ini
waktunya senang-senang dan buat dosa, besok setelah tua baru tobat.” Padahal jika
mereka sadari tak ada satu manusia pun yang bisa menjamin nyawa seseorang satu
jam yang akan datang. Jika toh setelah mereka tua baru bertobat pemahaman
mereka akan sangat salah. Beribadah, beramal, dan melakukkan hal-hal baik
lainnya dengan tujuan surga. Mereka sering lupa dengan tujuan ibadah yang
sesungguhnya yaitu mencari keridohan Allah SWT. Namun jelas mereka akan
merasakan kesulitan yang sangat berat dalam segala bentuk ibadah mereka karena
memang mereka tidak dibiasakan dari masa mudanya. Kita mungkin sepakat dengan
pribahasa “perubahan itu tak semudah membalikkan telapak tangan.” Ya.. tak
semudah membalikkan telapak tangan, mungkin kata-kata ini harus di garis
bawahi. Ketika ibadah dan kebaikan-kebaikan itu di mulai dari masa tua tentu
membutuhkan perjuangan yang extra untuk merealisasikannya. Itupun kalau niat
dan tujuan dari ibadah itu benar pada hakekatnya. Jika tujuannya hanya mencari
ampunan atas dosa-dosa mereka, hanya melakukkan kebaikan untuk menutupi
kesalahan-kesalahannya di masa lalu, atau paling umumnya mereka melakukkan
ibadah-ibadah itu agar mereka di jauhkan dari api neraka dan masuk kedalam surga,
maka ibadah mereka akan sia-sia. Inilah sekiranya pemahaman yang harus mereka
tahu agar di tempat-tempat ibadah seperti masjid dan mushalla tak hanya di
dominasi oleh orang-orang tua yang sudah mengkoleksi beranekaragam jenis
penyakit, tapi juga di dominasi oleh kaum-kaum muda yang sadar bahwa dirinya
adalah makhluk Tuhan yang diciptakan untuk mencari keridohan Tuhannya, sebagai
bentuk rasa sukur atas semua kenikmatan dan rahmat hidup yang telah diberikan.
Akhirnya saya mengambil topik diatas bukan karena saya merasa
pemuda yang sempurna dalam mencari ridho Tuhan, melainkan sebuah pesan yang
akan mengikat saya terus menerus karena memang sangat riskan sekali jika apa
yang saya katakan tidak saya jalani. Dan inilah cara saya memaksa diri saya untuk
terus dekat dengan Tuhan hingga pada akhirnya saya akan terbiasa. Wallahua’lam
bissawab..!!
CERDAS MENURUT RASULULLAH SAW
Pada suatu kesempatan, saya meluangkan waktu untuk shalat dzuhur
berjama’ah di masjid at tarbiyah UIN Maliki Malang. Shalat itu diimami oleh
bapak Prof. Dr. Imam Suprayogo. Setelah selesai shalat dan membaca wirid,
biasanya ada salah satu dari dosen memberikan kultum. Namun setelah takmir masjid
memanggil dosen yang bersangkutan dari depan mimbar, ternyata dosen tersebut tidak
hadir. Sehingga bapak imam dengan senang hati bersedia untuk menggantikan dosen
tersebut. Saya sangat bersyukur karena pada akhirnya beliau yang memberikan kultum
atau khazanah pada siang itu. Semua jama’ah
terlihat sangat antusias untuk mendengarkan khazanah dari beliau.
Beliau pun memulai ceramahnya dengan pembukaan yang luar biasa.
Sebagai prolog, beliau menceritakan bahwa beliau kini sudah menulis artikel
selama 4 tahun tanpa jeda, dan artikel-artikel itu kini sudah mencapai 1456
buah. Dalam hati saya, ini sebuah keistiqomahan tingkat tinggi. Mungkin saja
tahun depan beliau akan memperbarui rekor MURInya yang mana tahun lalu beliau
mendapatkan rekor MURI menulis artikel selama 3 tahun berturut-turut tanpa jeda.
Semua orang pasti sepakat bahwa ini sesuatu yang sangat luar biasa, seperti
keluarbiasaan beliau dalam memimpin UIN Maliki Malang, yang dulunya persis
seperti SD impres namun sekarang UIN Maliki Malang menjadi sebuah perguruan
terbaik di kelas PTAI se indonesia. Dan itu beliau lakukkan hanya dalam satu
dekade.
Kemudian beliau sedikit menyindir para civitas kampus agar
senantiasa menulis juga, karena menulis merupakan suatu hal yang sangat baik. Menulis,
jelas beliau, bisa mengukur kecerdasan seseorang dalam prespektif sendiri. Saya
sependapat dengan beliau, karena ada sebuah perbedaan yang signifikan antara
tulisan yang sudah kita tulis dulu dengan tulis yang kita tulis sekarang, dan
itu bisa kita jadikan sebagai titik acuan untuk mengukur kecerdasan kita. Banyak
hal yang membuat kita di katakan sebagai orang cerdas. Saya akan memfilosofikan
penjelasan beliau dengan prespektif sendiri. Misalnya ketika dulu saya
menanyakan sebuah konsep fisika pada guru fisika saya, kemudian beliau bisa
menjelaskan. Maka beliau tentu akan di katakan sebagai orang cerdas. Ketika
saya menanyakan rumus turunan di guru matematika saya, dan beliau bisa
memaparkan turunan itu, maka jelas beliau juga termasuk orang yang cerdas.
Begitu juga ketika saya menanyakan masalah tentang bahasa indonesia pada guru
bahasa indonesia saya, atau bahasa inggris kepada guru bahasa inggris saya, dan
mereka semua bisa menejelaskannya, maka merupakan sebuah kesepakatan yang umum
jika mereka dikatakan orang-orang yang cerdas. Inilah paradigma yang berkembang
ditengah-tengah kita saat ini bahwa, cerdas itu terkonsep hanya dalam bidang
ilmu pengetahuan alam, sosial, dan bahasa. Ini merupakan kesepakatan bersama.
“Namun nabi Muhammd SAW tidak sepakat dengan pendapat kita.
Pendapat mengenai syarat-syarat orang cerdas tadi.” Jelas pak imam. Saya dan semua jama’ah hanyut dalam demonstarai
dari runtunan kata-kata indah nan penuh makna dari beliau. Kemudian beliau
menjelaskan sebuah hadits. Dulu ada seorang sahabat nabi bertanya kepada
Rasulullah SAW tentang bagaiman kriteria orang cerdas. Dan Nabi SAW menjawab, ‘orang
yang cerdas adalah orang yangs selalu mengingat mati.’ Dimana orang yang
cerdas akan selalu menyisihakan waktunya dan mempergunakan waktu yang ada untuk
senantiasa mencari bekal setelah dia mati besok. Orang yang cerdas, terang
beliau, bukan orang yang selalu mengganti mobilnya, memperbanyak rumahnya,
bukan juga orang yang menumpukkan hartanya setiap harinya walaupun semua itu di
dapat dari pengetahuan yang dia miliki.
Saya termenung dengan klimaks beliau. Berarti menurut presepsi
saya, banyak di antara para penguasa pemerintahan di negeri ini adalah
orang-orang yang tidak cerdas. Mereka selalu identik dengan hal-hal yang mewah,
walaupun setiap kali tampil di depan umum mereka terlihat begitu terpelajar.
Mereka biasa berbicara di atas podium gedung-gedung pemerintahan yang sangat
megah dan mewah dengan aksesoris jas rapi nan harum, namun ternyata selama ini
kebanyakan dari mereka adalah orang-orang tidak cerdas. Mereka memiliki rumah
megah. Coba kita bayangkan, dalam satu rumah bisa saja ada lima buah mobil. Masing-masing
untuk dia sendiri, untuk istrinya dan sisanya untuk anak-anak mereka. Dia lupa
dengan mati, dia juga lupa mempersiapkan segala sesuatu untuk dijadikannya
sebagai bekal setelah mati kelak. Yang ada dalam fikiran mereka hanyalah
bagaimana mereka mendapatkan harta sebanyak-banyaknya dan selanjutnya akan
digunakan untuk kepentingan mereka sendiri, entah untuk berlibur, bertamasya,
bahkan berkeliling dunia setiap akhir pekan. Mereka lupa dengan sedekah sebagai
bekal mereka nanti setelah mati. Pantas saja, Indonesia tidak penah menjadi
negara maju hampir selama 65 tahun setelah mardeka. Dan hari ini apa yang
dikatakan oleh nabi Muhammad ternyata terbukti. Bagimana sesuatu biasa maju,
sedangkan orang-orang yang mengurusnya tidak cerdas.
Dan pertanyaannya sekarang, sepakatkah kita dengan kecerdasan ala
nabi Muhammad SAW?. Jika ia, maka kehidupan ini akan berjalan dengan seimbang.
Dimana para pengemban amanah rakyat disana akan melakukkan pekerjaannya dengan
niatan sebagai ibadah untuk di jadikan sebagai bekal kelak setelah mati. Mereka
tidak akan korupsi, mereka juga tidak akan tamak dengan harta. Mereka akan
senantiasa mengunakan pengetahuan luas dan kecerdasannya untuk kepentingan
hidup orang banyak. Jika mereka mempunyai harta yang lebih, maka mereka pasti
akan menyisihkannya sebagai bekal mereka di akhirat nanti, dengan kata lain
mereka akan rajin bersedekah. Namun jika pengetahuan yang dimilikinya hanya
untuk kepentingan pribadi, mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, bahkan mereka
mau semua kekayaan negeri ini untuk keluarganya saja, walaupn mereka pintar,
namun sesungguhnya mereka tidak pintar dan tidak cerdas kalau kita mengacu
kembali atas apa yang dikatakan baginda Nabi SAW di atas tadi bahwa orang yang
cerdas adalah orang yang selalu mengingat mati, dengan makna dia akan senatasa
berbuat sesuatu untuk mencari ridho Allah SAW.
Apakah kita termasuk orang-orang yang cerdas? Selamat berfikir!!
Artikel By: Muh. Hasan Suryawan
Mhs. Jurusan Pendidikan Agama Islam di UIN Maliki Malang
KEPERCAYAAN KOMUNITAS ISLAM WATU TELU
Keberadaan aliran-aliran dalam islam yang begitu
banyak mungkin sudah biasa kita dengar. Salah satu faktor munculnya
aliran-aliran itu terlebih karena disebabkan oleh penafsiran setiap orang yang
berbeda-beda mengenai suatu dalil. Ada aliran yang tak tanggung-tanggung
langsung dikatakan sesat oleh majelis ulama terkait, dan ada pula aliran-aliran
yang tetap menjujung tinggi dalil al Qur’an ataupun As sunnah sehingga
keberadaan mereka tidak di permasalahkan karena memang perbedaan menurut
pandangan islam adalah hikmah yang diturunkan Allah SWT, selama perbedaan itu
tidak terjadi dalam masalah tauhid dan pokok-pokok ajaran islam lainnya. Namun
bagaimana jika ada suatu aliran dalam islam yang lahir dari suatu kultur yang dibawa
turun temurun yang dimulai sejak ratusan tahun yang lalu. Salah satunya
contohnya dapat kita temukan di komunitas wetu
telu yang berada di kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok
Utara, Provinsi NTB.
Semoga Bermanfaat,,
Para pengikut wetu
telu
mengaku diri mereka beragama islam tapi pada kenyataannya mereka masih jauh
dari apa yang sudah di jalani oleh orang-orang muslim pada umumnya atau islam
waktu lima. Komunitas watu telu mencampur adukkan antara kegiatan ibadah
dengan adat istiadat. Mereka memiliki cara yang berbeda dalam menjalani
kegiatan ibadah dengan islam waktu lima. Dalam bahasa indonesia, Wetu berarti waktu dan telu yang berarti tiga. Dalam situs Wikipedia,
dijelaskan bahwa Wetu Telu (Bahasa
Indonesia=waktu tiga) adalah praktik unik sebagian masyarakat suku sasak
yang mendiami pulau lombok dalam menjalankan agama islam.
Sejalan
dengan artinya, komunitas watu telu
menjalani syari’at islam serba tiga kali. Misalnya mereka menjalankan rukun
islam hanya tiga; diantaranya Syahadat, Shalat dan Puasa. Merekapun membagi
waktu shalat menjadi tiga waktu saja, yakni subuh, magrib dan isya’. Demikian
juga halnya dengan ibadah puasa, mereka tidak menjalani puasa sebulan penuh
seperti yang dijalani islam waktu lima, melainkan hanya berpuasa di awal bulan
ramadhan, pertengahan dan akhir bulannya saja. Walaupun kepercayaan yang sudah
begitu menyimpangnya dari syari’at islam waktu lima dan perbedaan semacam ini
tidak boleh ada, namun islam waktu lima, khususnya yang berada di Lombok mengatakan
ajaran wetu telu tidak sesat. Hanya
saja mereka butuh dakwah yang lebih gencar, kemudian meluruskan pemahaman agama
mereka selama ini, karena kemunculan komunitas wetu telu yang membawa
sekian kebiasaan ibadah yang berbeda itu bukan lahir di era dakwah yang sudah
maju seperti saat sekarang ini, melainkan sebuah masalah yang timbul akibat
budaya yang dijalani turun temurun sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Menurut
sejarahnya, kecamatan Bayan, tempat dimana komunitas ini bermukim merupakan tempat
yang dulunya dakwah islam pertama kali masuk ke pulau Lombok. Tak heran jika
timbul suatu kepercayaan seperti watu telu di daerah ini. Di daerah Bayan
ini juga, terdapat sebuah Masjid Kuno yang di jadikan sebagai cagar alam oleh Pemerintah
Pusat yang disebut-sebut sebagai masjid pertama kali di bangun di pulau Lombok.
Selain menjalani ibadah yang serba tiga, komunitas watu telu juga mempunyai ritual-ritual untuk memuja para roh
leluhur. Mereka masih meyakini adanya roh para leluhur yang akan menjadikan
perantara mereka dengan Tuhan, karena roh leluhur hidup di alam halus dan alam
halus sangat dekat dengan Tuhan. Menurut mitos komunitas wetu telu, jika
ritual-ritual tidak dilaksanakan, maka roh leluhur akan murka dan menurunkan
musibah untuk mereka.
Keberadaan Wetu Telu sebagai varian Islam di Lombok sudah
ada sejak lama. Hanya saja tidak ada suatu keterangan pasti yang
menunjukkan asal-usul Islam Wetu Telu. Juga tiada seorang pun yang dapat mendeskripsikan atau yang memberikaan penjelasan
secara persis kapan dan dimana istilah tersebut mulai dipergunakan dalam
kehidupan sehari-hari dikalangan masyarakat Islam pulau Lombok.
Pendapat
masyarakat Lombok pun berbeda-beda dalam memahami latar belakang dari kebiasaan
ibadah dari komunitas watu telu. Pendapat yang paling populer mengenai
masalah ini adalah karena dakwah yang tidak sempurna pada saat penyebaran islam
pada waktu itu, sehingga mereka hanya mendapatkan perintah syi’ar hanya tiga.
Namun masyarakat islam sasak secara umum berpendapat bahwa komunitas watu telu benar-benar telah terbenam
dalam praktek-praktek adat mereka. Demikianlah pendapat masyarakat islam waktu
lima yang berekembang selama ini. Namun lain halnya dengan kutipan dari Dr.
Erni Budiawanti, dalam bukunya yang bertajuk “Islam Sasak, Watu Telu Versus Waktu Lima”, menjelaskan bahwa
menurut pendapat pemimpin komunitas wetu
telu, yang di sebut juga dengan istilah Pemangku
Adat, menyatakan tidak setuju jika istilah wetu di kaitkan dengan istilah waktu. Pemangku adat
menjelaskan lebih dalam lagi bahwa asal kata wetu itu adalah metu,
yang berari muncul. Hal ini terkait dengan munculnya makhluk hidup dari tiga
reproduksi; Melahirkan (menganak), Bertelur
(menteluk), dan Benih/biji (mentiuk). Ketiga macam jalur reproduksi
tersebut merupakan makna harfiah wetu
atau metu telu. Tetapi fokus
kepercayaan wetu telu tidak terbatas
hanya pada sistem reproduksi. Kata tersebut memiliki makna yang lebih rumit
lagi. Pemangku kembali
menjelaskan “wetu telu tidak hanya menunjukkan pada tiga macam sistem
reproduksi, melainkan juga menunjukkan pada kemahkuasaan Tuhan yang
memungkinkan makhluk hidup untuk hidup dan mengembangbiakkan diri melalui
mekanisme reproduksi tersebut.”
Lebih
lanjut lagi Pemangku menjelaskan bahwa
wetu telu juga melambangkan
ketergantungan mahluk hidup satu sama lain. Untuk menerangkakn hal ini, ia
membagi wilayah kosmologis menjadi jagad kecil dan jagad besar. Jagad besar
juga ia sebut sebagai mayapada atau alam raya, yang terdiri dari; dunia,
matahari, bulan, bintang dan pelanet lain. Sedangkan manusia dan makhluk lainya
merupakan jagad kecil yang selaku makhluk sepenuhnya tergantung pada alam semesta.
Ketergantungan semacam itu menyatukan dua dunia tersebut dalam suatu
keseimbangan dan karena itulah tatanana alam (kosmologis) bekerja. Pemangku adat juga mengatakan
bahwa leluhur manusia yang tertua adalah nabi Adam dan Siti Hawa. Sehingga
mereka sangat mengagungkan Adam dan Siti Hawa, dismping mereka mengagungkan
Allah SWT juga. Dari sinilah makna ‘tiga’ yang manjadi background
kegiatan ibadah komunitas wetu telu.
Terlepas
dari masalah latarbelakang kepercayaan di atas, wetu telu jelas telah
menyimpang dari ajaran agama islam yang sebenarnya. Kegiatan dakwahpun tak
pelak menjadi kenyataan yang harus di hadapi komunitas wetu telu.
Dimulai dari seorang kyai yang bernama TGH. Mutawali (TGH berarti ‘Tuan Guru
Haji’ yang merupakan sebutan untuk ulama yang berada di pulau lombok), yang
memulai dakwahnya pada tahun 1960-an. Stelah itu di tahun 1970-an, banyak
kyai-kyai lain yang mengambil bagian dari dakwah ini, seperti TGH. Zainuddin
Abdul Majid (pendiri organisasi Nahdatul Wathan), TGH. Ahmad, TGH. Hazmi
Azhar, dan TGH. Safwan Hakim.
Adapun
dakwah-dakwah yang dilakukkan terpusat di masjid-masjid yang terwujud dalam
kegiatan ceramah-ceramah, contohnya pada saat khotbah jum’at ataupun
pengajian-pengajian umum lainnya. Dakwah juga dilakukkan di tingkat
madrasah-madrasah, namun hal ini tidak begitu efektif, walaupun pendidikan yang
di janjikan gratis, tapi anak yang bersekolah disana kebanyakan anak-anak yang
berasal dari keluarga prasejahtera, dan tidak terlihat anak-anak asli dari
keluarga bayan penganut wetu telu. Karena pelajaran tuhid, akidah,
fiqih dan akhlak menurut komunitas wetu telu sangat
bertentangan dengan kepercayaan religius komunitas wetu telu. Mereka
yang konservatif dengan adat sangat takut jika kutukan dari roh leluhur menimpa
anak-anak mereka jika dibiarkan mengenyam pendidikan yang bertentangan dengan
kepercayaan mereka. Namun dalam islam, dakwah adalah upaya yang tiada akhir.
Segala aspekpun dilibatkan dalam misi dakwah ini, baik dalam aspek perekonomian
ataupun perpolitikan, dan itu berlangsung hingga sekarang.
Komunitas
wetu telu kini berada di dalam posisi yang sangat terjepit yang
dihadapkan pada agresi kultural kaum waktu lima. Dengan memperhitungkan
peningkatan penetrasi gerakan islam ortodoks, beriringan dengan ketatnya
kontrol pemerintah dan pembangunan perekonomian baru di Bayan, saya yakin lama
kelamaan integritas dan pandangan religius komunitas wetu telu akan
mengalami transformasi. Dengan kata lain, dibawah tekanan terus-menerus dari
kekuatan-kekuatan eksternal itu, lambat laun setidak-tidaknya akan memberikan
paradigma baru bagi komunitas wetu telu mengenai kepercayaan mereka
sendiri. Studi penelitian yang lebih up to date dan dilakukakn secara
komperhensif dengan rentan waktu yang lama akan memberiakan pemahaman yang
lebih jelas mengenai tarnsformasi sosio-kultural dan religius dalam masyarakat
indonesia kontemporer.
Artikel
By: Hasan Suryawan.
NIM:
11110052
NB:
Artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir UAS mata kuliah Teologi Islam
dari Bapak Imam Syarqowi, M.Pd.
Semoga Bermanfaat,,
Malang,
23 Juli 2012
Langganan:
Postingan (Atom)
BACA JUGA
Islam: Way Of Life
Oleh: Muh. Hasan Suryawan Saat kita mendengar kata islam, maka yang terpikirkan dalam benak kita adalah salah satu agama yang menjadi ke...