Translate

NADIEM MAKARIM DAN GERBRAKANNYA



Oleh Muh Hasan Suryawan

Kurikulum dalam realitanya terus mengalami peruabahan dari waktu ke waktu. Perubahan itu merupakan bentuk perkembangannya terhadap perkembangan zaman. Atau peruabahan itu menandai adanya penyempurnaan kurikulum yang sudah ada sebelumnya. Inilah pemahaman dan argumentasi akademis yang selalu diajarkan dibangku perkulihan. Sekeras apapun pro kontra sebuah kurikulum baru, nyatanya rasionalisasi para dosen sangat indah dan argumentatif dalam menjelaskan mengapa si kurikulum baru harus diterapkan. Bukan tanpa alasan mengapa para dosen seringkali menjustifikasi sebuah kurikulum baru, ya sepertinya mereka harus sependapat karena mereka diikutsertakan di dalam sosialisasi dan pelatihan kurikulum baru di sekolah-sekolah.


Kurikumum 2013 atau K13 atau juga K13 revisi dengan konsep saintifiknya yang monumental nyatanya sebuah konsep yang sangat bagus dalam dunia pendidikan. Siapapun yang menyatakan K13 kurikulum yang salah, buruk, jelek dan lainnya, maka saya akan membelanya bahkan di garda terdepan. Sehingga persoalan kurikulum 2013 bukan lagi tentang sebuah kurikulum yang benar atau salah, serta  baik dan buruknya, akan tetapi dilihat dari impelemntasinya. Apakah implementasi ini sesuai dengan gegrafis dan potensi yang dimiliki oleh anak-anak di Indonesia?

Masalah kemudian muncul manakalah kurikulum K13 diterapkan di Indonesia. Apakah dengan sebaran kualitas pendidikan yang berbeda-beda diantara puluhan ribu pulau dapat melaksanakan kurikulum ini?. Dalam arti sederhana seperti ini, banyak persoalan muncul dalam pelaksanaan K13. Persoalan-persoalan yang muncul dimulai dari kapasitas peserta didik dalam melakukan penalaran dan tela’ah terhadap sebuah materi. Selain itu juga terdapat karakter materi yang tematik, artinya pelajaran tidak lagi diajarkan secara khusus melainkan dijadikan dalam bentuk tematik dimana satu materi dapat memuat pelajaran matematika, bahasa indonesia dan seterusnya. Ini tentu akan menjadi tantangan bagi seorang guru sekaligus orang tua. Jika di daerah perkotaan dengan kualitas pendidikan masyarakatnya yang memadai, anak-anak disana mungkin dapat menyesuaikannya. Tapi bagaimana jika di daerah-daerah pinggiran? Yang kualitas pendidikan masyarakat disana juga rendah?.

Disisi lain, beban administratif seorang guru akan bertambah.  Karena selain mengajar guru juga akan membuat media pembelajaran sendiri berserta perangkat-perangkatnya, membuat soal ulangan, dan juga disibukkan oleh agenda sekolah diluar mengajar, seperti menjadi penanggung jawab dan panitia dalam sebuah kegiatan sekolah. Disisi lain mereka juga harus membuat penilaian otentik dengan rumus yang super rumit kecuali kalau dimanipulasi. Bukan saja tugas guru mengajar hanya 70% dari total waktunya bekerja di Sekolah seperti pernyataan Nadiem, namun bisa jadi waktu mereka mengajar dan berinteraksi dengan siswa hampir 50% saja. Selebihnya guru disibukkan dengan pembuatan perangkat pembelajaran seperti RPP, soal ulangan, ngoreksi tugas-tugas, membuat media pembelajaran, menjadi panitia-panitia dan melaksanakan tugas diluar itu seperti menjadi panitia acara tertentu dan penanggung jawab sebuah kegiatan. Sehingga maksimalisasi hasil belajar melalui proses KBM (kegiatan belajar mengajar) di kelas tidak akan maksimal karena perhatian guru juga tidak maksimal ke arah ini.

Semua persoalan ini agaknya sudah tercium oleh Nadiem sebagai seseorang yang memiliki karakter kepemimpinan yang berorientasi pada hasil bukan proses yang selama ini selalu dilakukan di dunia akademik. Sehingga bukan lagi formalitas yang terlihat rapi dan mapan, namun tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan, akan tetapi juga yang terpenting adalah hasil dan perubahan itu sendiri. Beberapa tulisan telah banyak membahas dan mengupas mengenai sang Meteri Baru, mulai dari gebrakan, konsep, dan ide-ide revolusionernya. Tak salah jika Indonesia mencoba sosok menteri pendidikan yang 100% adalah orang lapangan yang telah terbukti dalam bidangnya. Toh sosok menteri dengan label profesor dan guru besar selalu menjadi langganan pos ini, yang tanpa menjugde secara spekulatif mengatakan hasil-hasil pekerjaan mereka buruk dan gagal, namun jika mengacu pada fakta dan realita tidak juga dikatakan perubahan yang terjadi sangat signifikan dan sebanding dengan anggaran super besar di Kemenrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Selanjutnya adalah soal pembuktian hasil kerja sang menteri baru. Apakah ekspektasi dan idealisme kita terhadap Nadiem dapat benar-benar terwujud atau tidak. Karena persoalan kualitas pendidikan tidak dapat dilihat secara parsial namun harus dilihat secara holistik dan menyeluruh. Tugs mendobrak kualitas pendidikan adalah tugas yang sangat berat dan rumit. Misalnya soal kualitas pendidikan yang juga sangat erat kaitannya dengan peran orang tua dan masyarakat dalam mendidik anak-anak mereka. Seperti pada tulisan saya sebelumnya bahwa posisi kebudayaan di Masyarakat sangatlah tinggi melebihi pentingnya proses akademis pada tataran formal. Wallahualam bissawab..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BACA JUGA

Islam: Way Of Life

Oleh: Muh. Hasan Suryawan Saat kita mendengar kata islam, maka yang terpikirkan dalam benak kita adalah salah satu agama yang menjadi ke...