Translate

RESENSI BUKU "Pemikiran Politik Islam Indonesia (Pertautan Negara, Khilafah, Masyarakat Madani dan Demokrasi)"


  

 Penulis          : Syarifuddin Jurdi

   Penerbit         : Pustaka Pelajar

   Tahun terbit    : 2008

    Presensi        : Muhammad Hasan Suryawan

Isu mengenai konsepsi antara ideologi sebuah negara dan sistem pemerintahan yang ada di dalamnya menjadi bahan diskusi yang selalu hangat untuk dikaji. Tarik menarik kepentingan antara ideologi politik dalam presfektif islam dengan ideologi politik yang berdasarkan hasil kajian keilmuan sosial —dalam teori-teori barat— umumnya terjadi pada negara dengan mayoritas penganut muslim, misalnya saja di Indonesia. Tentu dengan keragaman yang dimilikinya, Indonesia tidak hanya memiliki perbedaan warganya dalam hal keyakinan (agama) namun juga terdiri dari berbagai suku, ras, etnis, sosial maupun budaya. Oleh karenanya, para pendirinya telah memberikan fondasi ideologi bagi negara Indonesia dengan sistem pemerintahan demokrasi yang berideologi pada Pancasila.

Kehadiran negara bagi masyarakat sangat penting. Hal itu bertujuan untuk memberikan keamanan dan perlindungan bagi masyarakat. Negara dibutuhkan dalam rangka memberikan kesetaraan bagi warga negara yang tinggal di dalamnya agar kehidupan primitif yang penuh akan ancaman dan resiko dapat dicegah. Dalam hal ini, baik konsep islam dan barat memiliki persamaan cita-cita mengenai tujuan sebuah kelompok atau negara didirikan.

Perbedaan paling umum ialah bagaimana posisi islam dalam melihat sebuah politik. Terdapat kalangan islam yang menginginkan adanya islam secara simbolik misalnya yang terwujud melalui partai politik ataupun terlibat langsung ke dalam politik praktis. Kalangan lain seperti Jamaah Islam Liberal atau JIL menolak hal tersebut karena menurutnya marwah suci islam sebagai agama harus dilindungi dari bayangan nafsu politik yang terkadang jauh dari gerakan moral yang identik dengan islam.

Barat pun memanfaatkan momentum perbedaan atau polarisasi di tubuh umat islam tersebut untuk melemahkan konsep, pemikiran dan ideologi lama itu dengan memberikan kesan bahwa sistem politik islam sangat antipluralisme, tidak demokratik dan despotik. Sehingga muncul penolakan ketika islam hadir dan menawarkan ideologinya sebagai suatu alternatif, entah itu berbentuk penerapan hukum syari’at, islamic state, maupun khilafah islamiah sebagai landasan dalam kehidupan bernegara. Alasannya bahwa kehidupan bernegara di Indonesia pada saat ini sudah mapan dan terkondisikan.

Dalam pandangan Syarifudin Jurdi, khilafah menghendaki suatu sistem pemerintahan islam yang terpusat tanpa batasan wilayah. Hal ini sulit dilakukan mengingat dalam islam sendiri mewajibkan adananya wilayah teritorial bagi sebuah pemerintahan. Kota madinah sebagai sebuah kota yang memiliki wilayah teritorial, walaupun islam berkuasa sampai di daratan Eropa, namun hal tetap dilakukannya sistem pembagian wilayah.

Pada bagain terakhir pembahasan buku ini memberikan kajian komparasi antara syura sebagai salah satu komponen dalam sistem pemerintahan islam dengan demokrasi. Secara umum, syura berarti musyawarah. Kata musyawarah kiranya lebih dikenal dalam islam daripada demokrasi. Karena istilah demokrasi memang warisan budaya dan keilmuan barat. Sedangkan istilah musyawarah  sudah banyak ditemukan dalam ayat-ayat al Qur’an. Prinsip syura tetap menjamin partisipasi politik, kebebasan dan persamaan. Syura memberikan kebebesan selama kebebasan tersebut tidak melanggar norma-norma syari’at yang telah ditentukan. Secara umum, Syura dan demokrasi memiliki sistem operasional yang sama yaitu musyawarah. Namun secara substansi, musyawarah tersebut memiliki konteks yang berbeda. Kaum fundamentalis islam tidak setuju dengan adanya corak islam simbolik seperti ini dengan alasan demokrasi bukan dari islam.

Pembagaian wilayah kajian antara negara dan sistem demokrasi menurut pandangan islam telah dijelaskan dengan mengambil latarbelakang kehidupan di Indonesia. Dengan latarbelakang sosial budaya dan etnik yang beragam, Indonesia mampu memberikan corak baru dalam memberikan interpretasi hubungan antara islam dan demokrasi. Namun penjelasan mengenai ideologi pancasila agaknya kurang mendapat kajian yang mana erat kaitannya dengan munculnya aliran dan gerakan-gerakan ideologi kebangsaan di dalam islam.

Kelompok-kelompok yang menginginkan terwujudnya sistem syari’at islam maupun khilafah islamiah tentu akan mengancam ideologi pancasila yang sudah menjadi kesepakatam bersama ketika negara Indonesia didirikan. Selain itu, gerakan-gerakan radikalisme yang muncul tentu atas banyak kepentingan, termasuk juga memiliki kepentingan politik praktis. Mereka ingin memberikan kesan bahwa demokrasi adalah sistem kufur, yang harus diganti dengan sistem khilafah atau menegakkan syari’at islam. Namun keresahan itu tak dapat diartikan sebagai legitimasi pembenaran sepenuhnya atas ideologi islam. Karena hari ini kita ketahui bersama bahwa rentetan terus terjadi di negara-negara timur tengah yang sebagian diantaranya mengatasnamakan negaranya sebagai republik islam.

4 komentar:

  1. Kelebihan dan kekurangan bukunya apa dri perspektif peresensi?

    BalasHapus
  2. Tulisannya sudah mantap, tinggal template blgojya masih kurang sedap.. Hehe

    BalasHapus

BACA JUGA

Islam: Way Of Life

Oleh: Muh. Hasan Suryawan Saat kita mendengar kata islam, maka yang terpikirkan dalam benak kita adalah salah satu agama yang menjadi ke...