Translate

Wanita-Wanita Sasak yang Penyabar


     Ada satu kisah yang sangat menyentuh hati tentang seorang wanita sasak di Pulau Lombok. Wanita ini memiliki suami yang bisa dikatakan memiliki sederet sifat buruk. Sampailah pada suatu saat sang suami izin untuk pergi merantau ke luar daerah. Dengan sabar hati, wanita ini merelakan kepergian sang suami untuk waktu yang lumayan lama. Beberapa bulan setelah kepergian sang suami, wanita ini sangat merindukan kehadiran suaminya namun ia berusaha untuk terus bersabar menantikan sang suami untuk pulang. Singkat cerita, setelah sang suami tersebut merantau beberapa bulan lamanya, akhirnya ia pulang dari tempat rantauan. Saat tiba di rumah, suami dari wanita ini pulang dalam keadaan mabuk berat. Ia pun tidak membawa sedikitpun uang hasil bekerja di perantauan. Kamudian, wanita ini dengan hati yang begitu kuat seraya berkata;

"Aku tidak masalah dia tidak membawa uang untukku. Aku hanya ingin dia menjadi orang yang baik, tidak mabuk-mabukan walalupun dia tidak memiliki apa-apa untukku. Aku ridho, aku ikhlas”

Cerita diatas adalah salah satu sampel yang saya dapatkan ketika ingin membahas tema Wanita-Wanita Sasak yang Penyabar. Dan saya akan menguraikan beberapa sampel lain yang walaupun kurang valid, namun menarik untuk disadari bahwa wanita-wanita sasak (yang berasal dari Lombok) memang memiliki kesabaran yang tebal diatas kerasnya watak suami-suami mereka.

Pada umumnya, orang-orang yang berasal dari pulau Lombok, baik laki-laki maupun perempuan memiliki watak yang keras. Hal itu tentu dilatarbelakangi oleh letak geografis pulau Lombok yang lumayan panas, ditambah lagi dengan konstruk budaya yang telah mengakar kuat sejak dulu. Dalam mendidik anak-anaknya, wanita sasak biasanya terkenal dengan sifat kerasnya. Misalnya saja orang tua, atau dalam hal ini seorang wanita sasak yang telah menjadi seorang Ibu memilih untuk memarahi anak-anak mereka, mengawasinya dengan ketat bahkan tidak jarang memukulinya dalam rangka membentuk watak dan moral baik untuk sang anak. Namun perlu untuk digaris bawahi bahwa perlakuan kasar itu hanyalah untuk mendidik dan bukan atas kebencian terhadap anak, karena hati wanita-wanita sasak pada umumnya sangat lembut, halus dan lunak.

Banyak wanita-wanita sasak yang rela di poligami oleh suami mereka. Hal itu terlihat dari fakta bahwa rata-rata seorang Kyai di Lombok memiliki istri lebih dari satu. Dan poligami tidaklah membuat wanita sasak meronta-ronta dan meminta bercerai. Tinggal bersama istri-istri lain dari suami sendiri tidaklah menjadi sebuah masalah. Sedangkan kita lihat di media-media, banyak wanita-wanita (diluar wanita sasak) yang tidak rela bahkan melawan dan meminta untuk diceraikan setelah mengetahui niat suaminya untuk berpoligami (dan saya rasa itu wajar dan sah-sah saja). Bukan hanya dari kalangan orang-orang terpandang, banyak dari kalangan bawah yang dalam hal ini orang biasa yang memiliki tingkat perekonomian yang rendah hidup dalam status rumah tangga yang dipologami. Tapi tidak semua wanita sasak yang serta merta rela untuk dipologami. Banyak fenomena perceraian yang terjadi sebelum adanya poligami. Namun akhirnya istri pertama yang sempat diceraikan terkadang ingin rujuk kembali dan ketika sang suami tersebut menerima untuk rujuk, maka terjadilah poligami.

Salah satu fakta lagi yang ingin saya tuliskan. Ketika DR. TGKH. Muh. Zainul Majdi, M.A Gubernur Nusa Tengga Barat saat ini yang notabenenya telah dianggap oleh masyakarak NTB sebagai seorang pendakwah dan Kyai dan sangat dihormati memutuskan untuk berpoligami, maka ada respon yang berbeda dari sang istri. Kita tahu bahwa istri beliau bukanlah seorang wanita sasak, melainkan ia berasal dari DKI Jakarta (mungkin suku betawi). Maka terjadilah perceraian karena tidak ada penerimaan dan kerelaan satu dengan yang lainnya. Saya tidak menguraikan hal ini dari subjektifitasan penulis. Bagaiamanapun saya bukan seorang yang pro terhadap poligami. Karena kita lihat di Lombok, banyak istri-istri seorang kyai (umumnya wanita sasak sendiri) yang rela untuk dipoligami oleh suami mereka dan tinggal satu atap dengan istri-istri yang lain.

Wanita sasak keras di dalam berbicara dan menanggapi suatu hal. Mirip sebuah gertakan-gertakan, namun sebenarnya mudah mengalah, lembut dan penyabar. Banyak wanita-wanita sasak yang menjadi korban kekerasan rumah tangga. Namun hal itu kemudian tidak di respon secara “membabi buta” oleh wanita-wanita sasak. Dalam artian, tidak sampai membuat perceraian. Jika dibandingkan dengan wanita-wanita dari daerah lain tentu wanita sasak jauh lebih sabar, walaupun memiliki perangai yang keras.

Uraian diatas tidak memukul rata seperti apa dan bagaimana wanita sasak pada keseluruhannya. Keberlangsungan rumah tangga biasanya sangat tergantung dari watak sang suami. Kebanyakan laki-laki sasak (yang berasal dari Lombok juga) memiliki watak yang keras. Namun terkadang luntur oleh kesabaran yang diperlihatkan oleh istri-istri mereka. Terjadinya kekerasan (tidak hanya kekerasan dalam arti fisik namun juga keegoisan “kekerasan mental”)  yang sewena-wena oleh laki-laki sasak bisanya sangat di pengaruhi oleh tingkat pendidikan dan lingkungannya.

Mungkin wanita-wanita diluar sasak yang telah membaca tulisan ini dan kebetulan memiliki calon suami dari suku sasak, maka jangan takut, karena tidak semua laki-laki sasak seperti apa yang saya jelaskan. Itulah mengapa mahar perkawinan dalam adat sasak sangat mahal, salah satu penyebabnya adalah agar nantinya si istri lebih dihargai oleh suaminya. Disamping itu, masih banyak laki-laki sasak yang memiliki perangai yang halus, watak yang lebut dan dewasa serta pengertian.

Uraian diatas juga bukan dalam rangka untuk mendukung sebuah poligami ataupun menyalahkannya, karena banyak aspek yang harus dilihat sebebum melakukan pembahasan mengenai poligami. Juga, bukan dalam rangka mendukung adanya kekerasan dan penindasan yang terjadi di dalam sebuah rumah tangga. Uraian diatas pure ingin menjelaskan betapa sabar dan kuatnya wanita-wanita sasak dalam menjalani kehidupan rumah tangga mereka.


Wallahua’lam Bissawab…
By:  Muhammad Hasan Suryawan
       Mhs. Pendidikan Agama Islam di UIN Maliki Malang Semester Akhir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BACA JUGA

Islam: Way Of Life

Oleh: Muh. Hasan Suryawan Saat kita mendengar kata islam, maka yang terpikirkan dalam benak kita adalah salah satu agama yang menjadi ke...