Translate

TUHAN DAN AGAMA SIAPA YANG SEDANG DIBELA?

Salah satu fenomena unik dan menarik akhir-akhir ini tentang kemarahan sebagaian umat islam atas tuduhan pelecehan agama yang dilakukan Ahok, calon gubernur DKI Jakarta. Pembahsan ini menjadi menarik karena disatu sisi, golongan umat islam lainnya menganggap hal itu hanya kesalahfahaman sang calon gubernur dan sama sekali tidak ada redaksi penghinaan agama. Namun golongan yang marah dan tidak terima atas kejadian itu kemudian bereaksi dan melakukan aksi agar Ahok dipenjarakan saja. Padahal Negara Indonesia memiliki proses hukum, jika memang benar-benar melecehkan agama islam, maka dia pasti akan diproses secara hukum.
Penulis tidak akan berfokus pada persoalan penistaan agama. Karena ini sifatnya sangat subjektif, karena masih ada ulama yang tidak sepakat dengan hal itu, walalupun banyak juga yang menyebut telah terjadi penistaan terhadap agama. Penulis juga bukan dalam rangka membela yang tertuduh sebagai pelaku penghinaan. Terlepas dari isu politik yang mana asumsi saya fenomena ini telah dipolitisasi. Lagi-lagi ini hanya subjektif penulis dan pasti ada yang tidak sepakat.

Dalam hati kecil penulis terkadang bertanya, ada apa dengan umat islam saat ini?. Kemana keramah-tamahan ajaran islam yang diajarkan selama ini. Bukankah ajaran islam mempunyai sosok teladan yang harus diteladani, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sebagai orang yang paling lembut bahkan melebihi lembutnya hembusan angin seperti, H.R. Ahmad no. 2485 "Sungguh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lebih lembut dari angin yang berhembus.". Kemudian ummat islam hari ini mengamuk seperti badai dan tak terkendali, jauh dari teladan Nabinya. Lantas kemudian, Tuhan dan agama siapa yang mereka bela?.

Ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad pernah menangis ketika hendak berperang karena menangisi orang-orang kafir (lawan kaum muslim) jika mereka mati dalam keadaan kafir. Kisah lain juga menggambarkan sosok Rasulullah yang memiliki jiwa yang besar dan lapang ketika beliau mendapat siksaan dari  penduduk di kota Ta’if. Sampai Jibril dalam kisahnya, menantikan peritah nabi Muhammad agar kota Ta’if di himpit oleh gunung-gunung disekitarnya. Melihat Malaikat yang telah berterbangan diatas kota ta’if yang hendak bersiap-siap menjalankan perintah Rasulullah, maka ketika itu juga Rasulullah menolak pembalasan atas penduduk kota Ta’if. Padahal kondisi Rasulullah pada saat itu berlumuran darah akibat penyiksaan dan pelemparan batu dari penduduk kota Ta’if.

Tragedi kota Ta’if yang yang menggambarkan kebesaran hati nabi Muhammad masih saja dipertanyakan relevansinya dengan kondisi saat ini. Diantaranya ialah konteks kejadian tersebut terjadi ketika islam sedang lemah dan tidak memiliki kekuatan. Lantas apakah setelah islam memiliki kekuasaan di Madinah, Nabi Muhammad menggunakan kekerasan dan penuh emosional?. Kita tentu ingat, salah satu kisah menggambarkan betapa Nabi Muhammad setiap hari membawakan makanan untuk seorang Yahudi yang buta. Kemudian orang Yahudi ini selalu bercerita dan menjelek-jelekkan Nabi Muhammad sebagai nabi palsu dan pendusta. Padahal si Yahudi ini tidak tahu, ia bercerita setiap harinya kepada Nabi Muhammad. Dengan kekuatan dan posisi yang telah didapatkan  nabi Muhamamd maka apa susahnya menghukum orang yahudi ini dengan tuduhan penistaan terhadap Nabi Muhammad yang secara otomatis juga menistakan agama Islam?. Tapi itu tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad, bahkan sampai beliau meninggal dunia.

Rasulullah membawa agama sebagai jalan keluar dari dehumanisasi yang telah menjadi budaya masyarakat arab pada waktu itu. Secara alamiah islam dimulai dari gerakan kemanusiaan. Islam yang diajarkan Nabi Muhammad kemudian menjadi solusi atas ketidakadailan majikan terjadap budaknya, mengangkat harkat dan martabat wanita yang sebelumnya selalu dilecehkan dihadapan kaum laki-laik, serta menjadi suri tauladan yang baik kepada ummatnya. Lebih jauh lagi, islam membebaskan manusia dari eksploitasi, penindasan, dominasi dan ketidakadilan. Sebagaimana islam mengatakan dirinya rahmatanlillalamin, bahwa ia relvan dengan budaya dan adat apapun, golongan manapun, diamanapun ia berada dan sampai kapanpun.

Sikap sebagian besar umat islam hari ini bisa jadi dipengaruhi oleh kondisi peperangan yang terjadi di negara-negara timur tengah. Adanya golongan ISIS yang telah memberikan ‘teladan’ bagi umat islam di seluruh penjuru dunia bahwa membela islam harus dilakukan dengan peperangan dan pertumpahan darah. Sehingga hal itu membawa dampak yang luar bisa bagi sikap emosional umat islam di Nusantara. Padahal umat islam di Nusantara lahir dari rahim kebudayaan yang Nusantara sehingga memiliki prototype Islam Nusantara, yang mana ramah cinta kedamaian, bukan cinta pedang dan pertumpahan darah yang mengatasnamakan jihad. Namun bisa jadi kemarahan umat hari ini akibat hasil produk dari dunia politik.

Makna jihad yang sebenarnya ialah tentunya harus dipikrkan lagi. Apakah konteks hari ini dengan berperang?. Umat islam sudah sangat jauh dari gelangggang persaingan ilmu pengetahuan dan ikutserta dalam persaingan global. Kemudian menciptakan perekonomian yang kuat untuk umat islam itu sendiri, kehidupan yang sehat dan bersih serta mengejar ketertinggalan dalam bidang keilmuan lainnya. Semestinya, konsep jihad diarahkan kesana. Tujuan islam bukan lagi mengembangkan kuantitas, karena secara sadar semua orang telah mengetahui islam itu apa dan bagaimana. Bukan lagi konsep berdakwah dengan tujuan ekspansi wilayah seperti pada zaman dulu. Tentu “makna” jihad juga harus dikonteksutualisasikan, bahwa hari ini umat islam butuh aktualisasi diri dan karya. Bukankah gara-gara umat islam tertinggal bangsa yahudi dengan mudah meneror umat islam di Palestina?. Ini ancaman serius, lebih serius dari hanya sekedar Tuduhan Penistaan Agama. Justru bangsa yahudi bukan lagi masuk dalam katagori tuduhan menistakan agama, tapi telah menginjak harga diri umat islam. Namun umat islam tidak bisa berbua apa-apa, selain karena keterbatasan sumber daya manusia juga karena bangsa Yahudi telah menguasai perekonomian dunia. Ini ancamana nyata bagi umat islam yang mulai terjajah dan kalah. Lantas dan kemana umat islam?. Oleh karena itu, jihad sangat dekat dengan pemahaman tentang perbaikan kualitas hidup (SDM) dan pemikiran umat islam. Sehingga penulis berasumsi bahwa inilah cara terbaik membela agama sekaligus cara paling tepat untuk mengenal lebih dekat Tuhan.

Memang sulit menyatukan pendapat dan faham antara satu dengan yang lainnya. Kita memiliki otak yang berbeda, hidup di lingkungan yang berbeda, bacaan terhadap fenomena yang berbeda, memiliki orang tua yang berbeda dan memiliki guru yang berbeda, lantas bagaimana menyatukanya?. Sehingga yang paling penting ialah kita harus memiliki alasan dan rasionalisasi atas setiap pilihan. Sehingga bukan hanya merantai akal dalam kekarangan rantai doktrin dan uforia belaka. Akhirnya, lagi-lagi saya akan bertanya, apakah kita membela agama atau kekuasanaan?. Siapa yang boleh memiliki Tuhan?. Siapa yang berhak memiliki Tuhan?. Siapa yang dapat memastikan ia telah berhasil memiliki Tuhan?. Siapa yang telah mengaku dirinya dimiliki Tuhan?


Oleh M. Hasan Suryawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BACA JUGA

Islam: Way Of Life

Oleh: Muh. Hasan Suryawan Saat kita mendengar kata islam, maka yang terpikirkan dalam benak kita adalah salah satu agama yang menjadi ke...